Senin 10 Jul 2017 11:47 WIB

Riset I2: Persepsi Publik Terhadap Kinerja Polri Positif

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan keterangan pers saat meninjau pos pantau Cikopo, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (7/6)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan keterangan pers saat meninjau pos pantau Cikopo, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (7/6)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam satu tahun terakhir mendapat apresiasi publik. Berdasarkan hasil riset Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence), persepsi positif publik terhadap Polri dan polisi dalam sudut pandang media meningkat dalam setahun terakhir.

"Polri terus melakukan pembenahan dan mendapat apresiasi dari masyarakat," ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Senin (10/7).

Menurut dia, tren sentimen negatif yang kerap mendominasi pemberitaan Polri sejak Januari 2012 hingga 2016 berubah menjadi positifsejak November 2016 hingga saat ini. "Perubahan tren ke arah positif berlangsung secara konsisten."

Menurut Rustika, hasil riset I2 tersebut semakin mengkonfirmasi temuan survei lapangan yang dilakukan oleh institusi lain tentang kenaikan kepercayaan publik kepada Polri beberapa waktu ini. Rustika memaparkan, temuan tersebut menunjukkan bahwa persepsi itu juga bisa dikelola agar mampu memberikan keyakinan pada masyarakat luas.

 

"Tentu saja, untuk mengelola persepsi harus dimulai dari pembenahan internal Polri itu sendiri. Dari pembenahan itu, publik akan melihat dan menafsirkan seperti apa persepsi mereka terhadap Polri," ungkap Rustika. Sebagaimana ditunjukkan dalam data, sepanjang 7 Juli 2016 – 6 Juli 2017, Polri diberitakan sebanyak 418.124 oleh 1.489 media siber di Indonesia, atau rata-rata sebesar 34.343 pemberitaan setiap bulannya.

"Perhatian publik terhadap Polri terus mengalami kenaikan secara signifikan. Menjaga isu dan reputasi Polri dengan pemberitaan sebesar itu setiap bulannya memerlukan upaya yang tidak ringan," kata Rustika.

Rustika menuturkan, pemberitaan dan juga isu yang dilemparkan media kepada publik terkait Polri tidak pernah linier, namun sangat dinamis dan berkembang sesuai dengan “persepsi” massa. Hal itu, lanjut dia, terlihat dari perkembangan isu dari bulan ke bulan yang selalu berubah. Menurut dia, terdapat 9 isu terbesar Polri yang cukup mendominasi persepsi publik.

"Kesembilan isu besar tersebut hampir menguasai 67 persen dari keseluruhan isu," tutur Rustika.

Kesembilan isu tersebut adalah kasus penistaan agama 29 persen, terorisme 19 persen, demonstrasi 13 persen, pilkada 11 persen, narkoba 10 persen, korupsi 10 persen, makar 4 persen, kasus Novel Baswedan 2 persen, dan Freddy Budiman 2 persen. Menurut Rustika, di antara isu besar tersebut, beberapa diramaikan media karena lebih pada sisi persepsional dan faktual.

"Persepsional biasanya cukup menyita perhatian publik karena isunya dianggap sensitif atau diframing sensitif. Beberapa isu terlihat menjadi perhatian nasional dan beberapa hanya terlihat di wilayah tertentu," ujar Rustika.

Secara keseluruhan, kata dia, sentimen positif netral yang ditujukan pada Polri mencapai 68 persen, sementara sentimen negatifnya sebesar 32 persen. Menurut Rustika, perubahan sentimen yang memengaruhi persepsi publik ini cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2015 yang sempat mencapai 53 persen untuk sentimen positif dan netral, atau tahun 2016 sebesar 61 persen.

"Salah satu kunci keberhasilan meningkatkan upaya pembentukan persepsi adalah “kehadiran” Polri di tengah masyarakat dengan upaya manajemen persepsi yang lebih baik," kata dia.

Contohnya, menurut Rustika, dalam kasus-kasus besar seperti penistaan agama, Freddy Budiman, Novel Baswedan, terlihat upaya Polri untuk terus memantau dan mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan oleh Polri secara transparan.

Dengan upaya itu, diharapkan situasi publik akan lebih tenang karena selalu mendapat data terdepan (update) serta informasi dari sumber yang terpercaya – apalagi di tengah situasi peredaran berita hoax marak saat itu.

Terkait hasil riset tersebut, I2 memberi catatan terhadap Polri. Menurut Rustika, keberhasilan Polri dalam mengelola persepsi publik terhadap institusi dengan berbagai kinerjanya juga harus diselaraskan dengan persepsi publik kepada polisi (sebagai individu).

"Dalam riset I2, sentimen negatif kepada Polisi berjumlah 38 persen. Meski demikian, seperti halnya dengan Polri sebagai institusi, polisi juga sudah terus berusaha untuk memperbaiki diri, dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya," tegas Rustika.

Media sosial

Kinerja Polri dan polisi juga mendapat perhatian netizen. Menurut Rustika, dalam setahun terakhir, Polri direspons sebanyak 1,874.060 percakapan di lini masa Twitter. Mereka yang merespons terdiri atas 84 persen akun manusia yakni sebesar 147.351 akun, serta 15,4 persen akun mesin 26.790 akun.

Adapun isu-isu terbesar yang dipercakapkan netizen mengenai Polri di media massa serupa dengan isu terbesar di media siber, seperti kasus penistaan agama, terorisme, serta Basuki Tjahaja.

"Dengan sentimen positif dan netral sebesar 63 persen, persepsi netizen terhadap Polri didominasi oleh Anticipation dan Trust," papar Rustika.

Dua emosi terbesar itu, kata dia, menunjukkan bahwa harapan besar kepada Polri untuk lebih memerbaiki diri. "Di sisi lain, masih adanya amarah netizen biasanya dipicu oleh ketidaktegasan Polri dalam menangani kasus tertentu."

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement