REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali mengklarifikasi informasi sate berbahan daging anjing di sebuah objek wisata yang beredar pada sejumlah media dengan menerjunkan tim investigasi ke kawasan itu.
"Begitu ada informasi, kami langsung berkoordinasi dengan prajuru (pengurus) desa dan lanjut melakukan investigasi ke lokasi yang disebut sebagai tempat penjualan. Namun, hingga hari ini, kami belum pernah melihat orang yang menawarkan sate anjing kepada para turis," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra di Denpasar, Ahad (2/7).
Dalam informasi yang beredar, ujar Sumantra, konon anjing yang digunakan untuk sate sebelumnya dibunuh dengan racun sianida. "Tentunya isu ini sangat meresahkan citra pariwisata," ucapnya saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS).
Isu tersebut juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan. "Jika benar daging yang dijual berasal dari anjing yang diracun dengan sianida, itu sangat berhahaya dan bisa menyebabkan kematian bagi yang mengkonsumsi," katanya.
Oleh karena itu, Sumantra mengajakm seluruh komponen masyarakat untuk meningkatkan kepedulian dengan ikut melakukan pengawasan. Selain itu, dia mengingatkan, pentingnya upaya melakukan penyelidikan tentang pihak yang menyebarkan informasi tersebut. "Kita perlu tahu siapa yang menyebarkan informasi tersebut dan apa maksudnya," ucap Sumantra.
Pihaknya khawatir ada maksud-maksud tertentu di balik tindakan penyebaran informasi yang hingga saat ini belum bisa diyakini kebenarannya itu. Masih dalam orasinya, Sumantra juga menginformasikan, bahwa daging anjing tidak terdaftar dalam kelompok bahan makanan berasal dari hewan.
"Artinya, daging semacam itu hanya dikonsumsi terbatas oleh komunitas tertentu," katanya seraya mengakui kalau isu ini menjadi tantangan bagi pihaknya dalam menuntaskan kasus rabies.