Rabu 28 Jun 2017 12:14 WIB

Pengamat: Hak Angket Dipicu Misleading Error in Judgement

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Firman Wijaya
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Firman Wijaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Firman Wijaya menilai penggunaan hak angket DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipicu adanya penyebutan nama-nama pejabat legislatif ataupun eksekutif yang terlibat dalam kasus proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el).

Firman menuturkan penyebutan nama-nama yang terlibat secara langsung di surat dakwaan mempunyai daya bias yang besar. Jika nama-nama yang disebut itu tidak menjadi tersangka tapi sudah menjadi berita, akan berakibat besar pada kehidupan yang bersangkutan.

"Itu daya biasnya luar biasa, misleading peradilan ini melahirkan berbagai persoalan. Memunculkan reaksi DPR dengan hak angket. Itu semata-mata respons karena terjadinya misleading error in judgement," ujarnya, Rabu (28/6).

Karena itu, menurut Firman, sebetulnya ada demoralisasi dalam penegakan hukum yang dilakukan KPK yang kemudian menimbulkan efek luar biasa pada pihak-pihak yang disebut namanya. Menurutnya, pemerintah pun harus merumuskan secara tepat terkait bagaimana solusinya.Di beberapa negara, lanjut Firman, ada perlakuan untuk merehabilitasi nama-nama yang telah disebut dalam surat dakwaan.

"Karena kalau nama sudah disebut, nama jadi berita tapi tidak jadi tersangka, tidak jadi terdakwa, itu implikasinya luar biasa. Makanya perlu menjaga agar tidak terjadi yang namanya error in judgement," katanya.

Walaupun, Firman mengakui memang sulit memulihkan nama-nama pihak dalam surat dakwaan yang akhirnya tidak menjadi tersangka ataupun terdakwa.

"Demoralisasi terhadap orang yang disebut namanya itu kan implikasinya demikian besar, kalau itu terjadi , sulit memulihkannya," kata direktur Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Hukum pada Universitas Islam As-Syafi'iyah ini.

Terlebih, sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur soal rehabilitasi atau pemulihan nama yang disebut dalam dakwaan tapi tidak menjadi tersangka.

Seharusnya, menurut Firman, ada regulasi yang memberikan keseimbangan antara penegakan hukum dan hak orang yang disebutkan namanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement