REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menilai aksi teror di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara menjadi catatan buruk bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) jelang peringatan Hari Bhayangkara. Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, kasus tersebut seolah menunjukan anggota polisi ternyata tidak terlatih dan tidak bisa melindungi dirinya sendiri saat diserang pelaku kejahatan, bahkan di markasnya sendiri.
"Lalu bagaimana polisi bisa melindungi orang lain atau masyarakat dari serangan pelaku kejahatan," kata Neta dalam pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Senin (26/6).
Neta melanjutkan, kasus tersebut dikhawatirkan menjadi inspirasi bagi para pelaku teroris untuk meningkatkan serangan, sekaligus menjadi motivasi bagi anggota-anggota jaringan teroris. Sebab mereka bisa membunuh seorang perwira polisi, hanya dengan senjata tajam.
"Dari kasus ini para teroris bisa pula menyimpulkan, untuk melumpuhkan polisi tidak perlu lagi menggunakan bom. Cukup sebilah pisau. Sebab jajaran polisi tidak terlatih, tidak responsif, dan terlalu mudah untuk dilumpuhkan," ucap Neta.
Seperti diketahui, dua orang diduga kelompok teroris menyerang pos penjagaan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di Medan, pukul 03.00 WIB. Penyerangan tersebut mengakibatkan satu orang anggota Polri, Aiptu Martua Ginting gugur.
Aksi para pelaku akhirnya digagalkan oleh anggota Brimob yang jaga dengan menembak dua pelaku. Dalam aksi ini, satu pelaku tewas dan satu pelaku lainnya masih dalam kondisi kritis.