Ahad 25 Jun 2017 14:34 WIB

Gamelan Sekaten Jadi Media Syiar Islam Sunan Gunung Jati

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Ratna Puspita
Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat.
Foto: Republika/Lilis Handayani
Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat dan ribuan umat Islam baru menunaikan sholat Idul Fitri di Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, Kota Cirebon, Ahad (25/6) pagi.

Setelah sholat, Sultan dan kerabatnya kemudian langsung menuju Siti Inggil di kompleks Keraton Kasepuhan. Mereka menyaksikan gamelan sekaten yang mulai ditabuh oleh para nayaga.

Penabuhan gamelan yang berasal dari Demak dan sudah berusia 600 tahun itu memang menjadi tradisi yang dilaksanakan dua kali dalam setahun, yakni bakda sholat Idul Adha dan Idul Fitri.

Tradisi tersebut bahkan telah dilakukan secara turun temurun sejak zaman Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Sango yang menyebarkan Islam di Jawa Barat sekaligus penguasa Kesultanan Cirebon di masa silam.

Kala itu, Sunan Gunung Jati menjadikan gamelan sekaten sebagai media penyebaran Islam kepada masyarakat. Cucu Prabu Siliwangi tersebut biasa menabuh gamelan sekaten itu pada waktu ada keramaian, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.

Masyarakat yang menyaksikan penabuhan gamelan tersebut diharuskan membayarnya. Namun, pembayaran tersebut tidak dengan uang, melainkan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

"Karena itulah, gamelan itu disebut gamelan sekaten, yang berasal dari kata syahadatain (dua kalimat syahadat)," kata Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement