Selasa 01 Jun 2021 10:25 WIB

Kasman, Ki Bagus Hadikusomo: Siapa Perumus Sila Pertama Pancasila?

Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni

Muhammad Hatta dan Sukarno bersama opsir Jepang
Foto:
Kasman Singodimedjo.

Kasman Singodimedjo bukanlah jenis tokoh yang berpolitik untuk mencapai tujuan dan kepentingan pribadi, apalagi sekadar untuk memperkaya diri.

Setelah partai Masyumi membubarkan diri, Kasman berkhidmat di Muhammadiyah, organisasi yang telah digelutinya sejak 1921. Tidak heran,  cita-cita dan keyakinan perjuangan Kasman ikut dibentuk oleh rumusan Kepribadian Muhammadiyah, antara lain: beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah, dan bekerja sama dengan golongan lain dalam pemeliharaan dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil makmur yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Dengan keyakinan perjuangan seperti itu,  pada pemilihan umum 1971, Kasman --meskipun bukan anggota partai apalagi calon anggota legislatif-- aktif berkampanye untuk Partai Muslimin Indonesia.

Seperti diketahui,  semula Partai Muslimin diharapkan merupakan rehabilitasi Partai Masyumi secara de facto. Akan tetapi,  akibat campur tangan rezim Orde Baru yang terlampau berlebihan,  kelahiran Partai Muslimin di kalangan keluarga besar Bulan Bintang justru  menjadi kontroversi.

Di tengah kontroversi itu,  Kasman tampil dengan sikapnya yang khas: dia mendukung Partai Muslimin dan bersedia menjadi juru kampanye. Itulah politik keyakinan Kasman!

Cerita Hartono Mardjono

Pada suatu ketika pada masa kampanye pemilihan umum 1971, masyarakat di Kebayoran Baru menginginkan bukti bahwa memilih Partai Muslimin yang saat itu dipimpin oleh H. M. S. Mintaredja tidak bertentangan atau menyimpang dari cita-cita perjuangan Masyumi.

Bagaimana cara meyakinkan masyarakat awam,  itu persoalan tersendiri. Mereka tidak ingin berdiskusi yang terlalu tinggi. Mereka cuma ingin contoh nyata bahwa memilih Partai Muslimin tidak bertentangan dengan garis perjuangan Masyumi.

Salah seorang jamaah masjid setempat mendapat kabar bahwa pada hari Jum'at,  Kasman akan berkampanye di Bogor. Diaturlah agar Kasman shalat Jum'at di masjid setempat. Melihat kehadiran Kasman,  pengurus masjid meminta Kasman untuk memberi ceramah singkat sesudah shalat Jum'at.  Pengurus masjid tidak lupa mengingatkan Kasman agar tidak berkampanye di masjid.  Selain dilarang,  juga karena hari itu di Kebayoran Lama bukan jadwal kampanye Partai Muslimin.

Seperti diceritakan oleh mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Hartono Mardjono, dengan tenang Kasman maju ke mimbar dan mulai berceramah. "Sebagai Muslim," kata Kasman, "saya punya dua kewajiban. Pertama,  kewajiban shalat Jum'at,  maka saya shalat Jum'at di masjid ini. Kedua,  kewajiban menyampaikan nasihat agama,  walaupun hanya sepotong ayat."

Selanjutnya Kasman menjelaskan mengapa shalat Jum'at di masjid itu, karena dia sedang dalam perjalanan menuju Bogor, untuk melaksanakan tugas dari Ketua Partai Muslimin, Mintaredja,  menyampaikan nasihat supaya umat Islam di mana-mana memilih Partai Muslimin yang bertanda gambar Bulan Bintang.

"Mengapa harus memilih Partai Muslimin? Nanti akan saya jelaskan di Bogor. Di sini saya tidak boleh kampanye," ujar Kasman.

Pengurus masjid tidak bisa berbuat apa-apa, melihat Kasman berkali-kali menyebut Partai Muslimin dan Bulan Bintang, karena Kasman tidak kampanye.

Kesaksian M Natsir

Lain lagi kesaksian teman karib Kasman,  M. Natsir.  Suatu saat,  Kasman sudah dijadwal untuk bertemu kader Masyumi di Ternate dan Bitung, Sulawesi Utara. Acara di Ternate sudah selesai,  tetapi hari itu tidak ada jadwal pelayaran ke Bitung. Pengurus Masyumi setempat menyarankan Kasman supaya menunda perjalanan 1-2 hari.  Kasman menolak.  Dia tidak mau mengecewakan kader yang sudah menunggu.

Ditemani pengurus partai,  Kasman menuju pelabuhan. Di dermaga,  Kasman bicara lantang. "Saya Kasman.  Saya mengadukan nasib kepada Saudara-saudara. Hari ini saya harus ada di Bitung,  tapi tidak ada motor boat. Apakah ada di antara Saudara yang mau mengantar saya sekarang, supaya Saudara-saudara yang menunggu di Bitung tidak kecewa?" Mendengar "pidato" Kasman,  beberapa orang pemilik motor boat menawarkan diri. Dan Kasman pun berangkat ke Bitung.

Menurut Natsir,  peristiwa-peristiwa serupa sering terjadi apabila Kasman sedang berkunjung ke daerah. Kasman tidak segan naik truk di malam hari, dan tidur di samping sopir truk. Begitu yang terjadi,  ketika Kasman berkunjung ke daerah dalam rangka kampanye pemilu 1977, untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Seperti dicatat Natsir,  begitu bila satu kali Kasman sudah mengatakan: "Ya!"

Kasman tidak membiasakan diri hanya menganjurkan sesuatu kepada orang lain. Dia melaksanakan lebih dulu apa yang dia anjurkan.

Dan, memang begitulah Kasman!

 

*Lukman Hakiem, pemintan sejarha, mantan Staf Ahli Wapres Hamzah Haz dan M Natsir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement