Selasa 01 Jun 2021 10:25 WIB

Kasman, Ki Bagus Hadikusomo: Siapa Perumus Sila Pertama Pancasila?

Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni

Muhammad Hatta dan Sukarno bersama opsir Jepang
Foto:
Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP adalah parlemen Indonesia pertama di era kemerdekaan.

Begitu diangkat menjadi anggota PPKI, Kasman dihadapkan pada situasi kritis. Situasi pada pagi 18 Agustus 1945 sungguh-sungguh krusial. Keputusan rapat besar Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengenai Pembukaan (yang biasa disebut Piagam Jakarta 22 Juni 1945) dan batang tubuh UUD 1945  pada 16 Juli 1945, yang dalam kalimat Ketua BPUPKI,  Dr Radjiman Wedyodiningrat: "menerima dengan suara sebulat-bulatnya", oleh Mohammad Hatta diminta untuk diamandemen, yaitu dengan menghilangkan kata-kata: "dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Menurut mantan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito, ketika seluruh eksponen non-Islam pada rapat PPKI sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan itu menghendaki penghapusan tujuh kata yang menjadi inti dari Piagam Jakarta, satu-satunya eksponen pejuang Islam yang memahami proses lahirnya Piagam Jakarta,  hanyalah Ki Bagoes Hadikoesoemo. K. H. A. Wahid Hasjim masih dalam perjalanan dari Jawa Timur. Kasman, juga T M Hassan,  sebagai anggota tambahan, tidak terlalu memahami persoalan.

Praktis tekanan psikologis mengenai berhasil atau tidaknya PPKI melahirkan konstitusi negara, sepenuhnya terletak di pundak Ki Bagoes yang saat itu menjabat Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Tidak mudah meyakinkan Ki Bagoes untuk menghapus tujuh kata. Sesudah Bung Hatta gagal meyakinkan Ki Bagoes, dia meminta bantuan T. M. Hassan,  tokoh Ikhwanus Safa dari Aceh untuk melunakkan hati Ki Bagoes. Sesudah Hassan tidak berhasil, Hatta melirik Kasman.

Dengan bahasa Jawa halus,  Kasman meyakinkan Ki Bagoes bahwa UUD harus segera disahkan karena posisi bangsa Indonesia sekarang terjepit di antara bala tentara Dai Nippon yang masih tongol-tongol di bumi Indonesia dengan persenjataan modern, dan tentara Sekutu termasuk Belanda yang tingil-tingil mau masuk Indonesia, juga dengan persenjataan modernnya.

Di akhir pembicaraan, Kasman bertanya kepada Ki Bagoes apakah tidak bijaksana jika kita sebagai umat Islam yang mayoritas ini mengalah demi segera tercapainya kemerdekaan Indonesia lengkap dengan konstitusinya.

Entah karena dibujuk oleh sesama kader Muhammadiyah atau karena kepiawaian Kasman melobby dengan bahasa Jawa halus,  Ki Bagoes setuju menghapus anak kalimat: "... dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," dan menggantinya dengan anak kalimat: "Yang Maha Esa."

Bersamaan dengan itu, Ki Bagoes  meminta agar anak kalimat "menurut dasar" juga dihapus. Usul Ki Bagoes disetujui, dan langsung dikonfirmasikan kepada Bung Hatta.

Dengan amandemen Ki Bagoes, maka sampai sekarang di dalam Pembukaan UUD 1945 tertulis: "Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,  Persatuan Indonesia, dan seterusnya. "

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement