Selasa 13 Jun 2017 20:12 WIB

Ketua Pansus Hak Angket KPK: Kami akan Bekerja Transparan

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Agun Gunandjar Sudarsa (tengah)
Foto: Antara/ Yudhi Mahatma
Agun Gunandjar Sudarsa (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ketua Panitia Angket KPK Agun Gunandjar menegaskan, hak angket merupakan hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu, fungsi ini diatur dalam konstitusi.

Agun menilai, masih banyak orang yang membutuhkan penjelasan tentang angket. Dia mengatakan hak angket adalah hak konstitusional dewan yang dijamin konstitusi, sebagai hak penyidikan tertinggi dalam konteks negara. Dalam kerjanya Agun menjanjikan Panitia Angket DPR akan bekerja secara transparan dan akuntable.

"Kami (Pansus) bersedia menerima yang tidak setuju dengan Panitia Angket ini. Silahkan datang ke DPR dan menyampaikan pendapat," jelas politikus Partai Golkar itu, Selasa (13/6).

Agun mengklaim DPR RI menggulirkan hak angket ini semata-mata ingin mengembalikan kembali, di mana sebenarnya posisi KPK dalam negara ini dalam sistem demokrasi bangsa ini. Untuk metode kerjanya akan transparan, akan terbuka, akan mengundang semua pihak. "Kami pastikan akan bekerja secara transparan," imbuhnya.

Selain itu Agun juga menguraikan diantara tiga cabang kekuasaan negara, yang sering disebut dengan trias politica, eksekutif, legislatif dan yudikatif, posisi KPK belum jelas, di lapangan KPK mengeksekusi dengan operasi tangkap tangan (OTT) tapi di persidangan juga menjalankan fungsi yudikatif. Terlebih lagi Agun mengatakan tidak ada lembaga yang mengawasi KPK secara tegas.

"Kita juga akan bedah melalui angket ini bagaimana posisi dan fungsi KPK dalam criminal justice system.Karena hukum pidana kita menganut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hukum formil yang mengatur proses," katanya.

Di sisi lain Direktur Eksekutif ILEW Iwan Sumule menyampaikan, tindakan OTT yang kerap kali dipertontonkan KPK menurut penilaianya telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Karena pemberian suap yang kerap kali tertangkap OTT oleh KPK, tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, jika penerima suap melaporkan kepada KPK.

"Tapi jika dalam 30 hari suap yang diterima tidak dilaporkan kepada KPK, baru kemudian penerima suap dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi," kata Iwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement