Senin 12 Jun 2017 15:55 WIB

Pengamat: Pansus KPK Hanya untuk Kepentingan Elite

Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (kanan) memimpin rapat pemilihan Ketua Pansus Angket KPK di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (kanan) memimpin rapat pemilihan Ketua Pansus Angket KPK di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanes Tube Helan, SHum menilai pembentukan panitia khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih pada memperjuangkan kepentingan elite.

"Saya berpendapat bahwa pansus DPR itu tidak perlu karena pansus terbentuk semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan elite dan bukan memperjuangkan kepentingan rakyat," kata Johanes Tuba Helan, Senin (12/6).

DPR telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa. Hingga pimpinan pansus terpilih, tercatat delapan fraksi telah menyampaikan nama perwakilannya.

Dua fraksi yang baru mengirimkan wakilnya, yakni fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra. Sementara Fraksi PKS telah menyampaikan sikap resmi pada forum sidang paripurna bahwa sikap mereka adalah menolak hak angket serta tak mengirim wakil ke pansus. Sikap sama disampaikan Fraksi Demokrat.

Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK memerlukan dana sekitar Rp 3,1 miliar untuk bekerja selama 60 hari. Hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Johanes Tuba Helan mengatakan, hak angket tidak menyalahi aturan, tetapi dinilai tidak penting karena tidak ada kaitan dengan memperjuangkan kepentingan rakyat. Mengenai menggunakan uang, dia mengatakan, tidak bisa disebut sebagai tindakan merugikan keuangan negara, tetapi merupakan pemborosan keuangan negara.

"Kalau ada anggaran Rp 3,1 miliar untuk kerja pansus, tidak bisa dikategorikan merugikan keuangan negara, tetapi pemborosan keuangan negara," kata Johanes Tuba Helan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement