Kamis 08 Jun 2017 18:59 WIB

Din: Pancasila Jangan Hanya di Kata-Kata, Tapi Perbuatan

Rep: Muhyiddin/ Red: Ilham
Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin.
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin batal menjadi salah satu Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dibentuk Presiden Joko Widodo. Kendati demikian, Din mendukung penuh lembaga tersebut untuk memantapkap Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.

"Saya mendukung lembaga itu, unit kerja Presiden pemantapan ideologi Pancasila, termasuk yang saya pernah usulkan waktu bertemu Presiden Jokowi," ujar mantan Ketum Muhammadiyah ini.

Menurut dia, Pancasila harus diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan tidak hanya diucapkan dalam kata-kata saja. Ia juga berharap agar Pancasila tidak dilepaskan dengan agama. "Pancasila jangan hanya di kata-kata, tapi di perbuatan," katanya.

Berikut pernyataan lengkap Din Syamsuddin saat diwawancara di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (7/6).

Bagaimana tanggapan Anda tentang UKP-PIP?

Pertama saya mendukung lembaga itu, unit kerja Presiden pemantapan ideologi Pancasila, termasuk yang saya pernah mengusulkan waktu bertemu Presiden Jokowi. Tapi lebih dalam nada pentingnya, semacam unit yang merawat kerukunan bangsa, dewan kerukunan, cuma bapak Presiden menganggap bahwa unit kerja presiden pemantapan dan Pancasila itu lebih urgen, saya kira memang itu lebih baik ya.

Saya memang pernah dihubunngi oleh Bapak Menseskab sekitar seminggu yang lalu dan sebelumnya pada Bulan Januari Bapak Menko Maritim, Pak Luhut Panjaitan untuk menyampaikan pesan presiden mendirikan lembaga itu. Dan saya diminta menjadi salah salah seorang dari sembilan pengarah. Kepada beliau tentu sebagai anak bangsa, apalagi menyangkut Pancasila saya tidak bisa menolak, maka saya bersedia.

Kenapa kemudian Bapak tidak masuk ke unit tersebut?

Karena kemudian ada pembicaraan lagi, sehari atau dua hari yang lalu bersama Bapak Mensesneg Prof Pratikno setelah makan sahur. Kita diskusikan ada kerja-kerja lain yang penting bagi bangsa ini. Saya bilang saya sebagai anak bangsa siap saja. Hanya sebagai tokoh pergereakan Islam dan akademisi, saya terbiasa loyal dan kritis. Pokoknya loyalitas, tapi tidak menghalangi kritisisme. Oleh karena itu, saya sudah tahu dan atas kesepakatan saya untuk tidak dimasukkan ke jajaran sembilan walaupun sudah sempat beredar.

Tawaran itu benar berarti ada pekerjaan yang lebih cocok?

Tunggu saja nanti, tunggu saja pada waktunya. Tapi jelas bukan karena saya menolak bukan pula karena saya tidak disetujui.

Bagaimana pendangan Anda terkait Pancasila?

Lembaga ini penting, terutama Pancasila jangan hanya di kata-kata, tapi di perbuatan. Masalah bangsa terakhir ini, hiruk-pikuk, carut-marut, itu lebih karena bangsa ini meninggalkan Pancasila.

Dalam sistem ekonomi kita yang seharusnya berbuah sila ke lima, ternyata kita tidak amalkan. Pesan dari UU 1945 Pasal 33 tentang sistem ekonomi kita itu tidak kita laksanakan. Justru yang kita laksanakan sistem kapitalistik. Itu yang merusak tatanan kehidupan kebangsaan.

Kedua sistem politik kita, saya berpendapat bertentangan dengan sial ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan. Kita tidak secara konsekuen mengamalkan Pancasila, hanya kita ucapkan dan saling klaim.

Apalagi bangsa terjebak pada saling klaim-mengklaim dan saling tuduh. Misalnya, kami lah yang Pancasilais, sebelah sana yang tidak Pancasilais. Kita tidak bermain di tingkat itu, padahal tidak mengamalkan Pancasila itu sendiri. Maka lembaga ini sangat penting dan saya berharap untuk bisa merevitalisasi, dan tentu lewat pendidikan nilai di sekolah-sekolah, masyarakat, dan keluarga.

Kedua, ini penting ya, saya berpendapat Pancasila jangan dijauhkan dengan agama, khususnya apalagi Islam. Karena Pancasila itu sila pertamanya Ketuhanan yang Maha Esa, itu agama. Bahasa Islamnya tauhid.

Kemudian, pasal 29 UUD 1945, tahu nggak dalam ayat satu nya, negara berdasarkan atas ketuhanan, itu juga agama. Ayat berikutnya, rakyat warga negara punya kebebasan beragama, bebas menjalankan ibadatnya.

Jadi agama sangat-sangat penting. Maka tidak boleh ada pikiran yang memisahkan agama dari Pancasila. Dan saya berpendapat sangat Islami. Makanya umat Islam jangan terjebak untuk dihadapkan dengan Pancasila.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement