Senin 05 Jun 2017 02:34 WIB

Wacana Ambang Batas Pencalonan Presiden Berpotensi Batal

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Indira Rezkisari
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni menilai wacana ambang batas pencalonan presiden dalam RUU (Rancangan Undang-undang) pelaksanaan pemilu serentak berpotensi besar dibatalkan MK. Tentu, kata dia, setelah melalui pengujian oleh MK.

Oleh sebab itu, menurut Titi, pemangku pembuat undang-undang harus memperhatikan hal tersebut. Sebab, RUU Pemilu masih bisa diubah pada saat di tangan pembentuk undang-undang, bukan pada saat pengujian di MK.

"Ketika ada norma yang sangat terang bertentangan dengan UUD NRI 1945, sebaiknya pembentuk undang-undang tidak perlu untuk memasukkan norma (yang bertentangan) itu ke dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sekarang sedang dibahas," ujar dia dalam keterangan tertulis, Ahad (4/6).

Mengingat Pasal 6A Ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang memberikan hak yang sama kepada partai politik peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden. RUU Pemilu 2019 akan dilaksanakan secara serentak antara memilih anggota DPR dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.

"Dengan melaksanakan pemilu secara serentak antara DPR dan pemilihan Presiden, kata dia, maka sudah tidak ada lagi ambang batas selisih suara yang bisa digunakan sebagai prasyarat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden," katanya.

Hal tersebut, menurut dia, adalah alasan untuk mengkaji kembali ambang batas RUU Pemilu serentak yang akan digunakan pada 2019 mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement