REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi investasi saham dana pensiun (Dapen) PT Pertamina mencapai Rp 599,2 Miliar.
Auditor Utama Investigasi BPK I Nyoman Wara mengatakan kerugian sebesar Rp 599,29 miliar dalam dugaan korupsi dapen PT Pertamina karena adanya penyimpangan dalam pembelian saham PT Sugih Energy.
"Ada penyimpangan dalam proses perencanaan, pembayaran, maupun pelaksanaan khsusus pada pembelian saham PT sugih Energy Tbk," kata dia di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (2/6).
I Nyoman berharap laporan tersebut membantu penyidik untuk melanjutkan kasus ke persidangan. "Membantu penegak hukum dalam pemberantasan korupsi baik dalam audit investigasi maupun perhitungan kerugian negara," kata dia.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Arminsyah mengatakan penyampaian audit ini sekaligus mempercepat penyelesaian perkara. Kasus yang melibatkan mantan Presiden Direktur Dapen Pertamina 2013-2015 M Helmi Kamal Lubis segera dilimpahkan ke pengadilan.
"Jadi kami ucapkan terima kasih kepada BPK yang telah menyelesaikan audit kedua perkara itu," kata Arminsyah.
Dia menambahkan penyidik juga sudah menyita aset dari Helmi. Namun, Kejakgung belum menghitung aset tersebut satu per satu. Kejagung akan menilai berdasar alat bukti.
Dia menjelaskan pembelian saham pada PT Sugih Energy Tbk hanya perhitungan untuk satu transaksi. Ada transaksi-transaksi lain yang segera dihitung oleh kejaksaan.
"Nanti setelah ada perhitungan lain, akan ada tindaklanjut maupun penyidikan kembali. Sementara ini yang kami terima terkait satu transaksi, kami belum bisa kira-kira yang belum ada perhitungan," kata dia.
Helmi diduga melakukan korupsi pengelolaan dana pensiun dengan modus, yaitu menggunakan dana pensiun untuk membeli saham yang tidak liquid.