Rabu 31 May 2017 19:08 WIB

Usai Diperiksa Penyidik KPK, Ayin Enggan Berkomentar

Pemilik PT Bukit Alam Surya Artalyta Suryani alias Ayin berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (31/5).
Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Pemilik PT Bukit Alam Surya Artalyta Suryani alias Ayin berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (31/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani (Ayin) enggan mengungkapkan isi pemeriksaannya sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Ayin hari ini memenuhi panggilan penyidik KPK.

Ayin keluar dari gedung KPK dikawal ajudan untuk bisa masuk ke mobil Toyota Alphard B 1368 II. Ia hanya diam saat diberondong pertanyaan oleh wartawan. “Tanya ke penyidik saja," kata Ayin saat keluar dari gedung KPK Jakarta, Rabu (31/5).

Ayin adalah bekas terpidana yang divonis lima tahun penjara dalam kasus suap kepada jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan pada 2008. Urip saat itu adalah Ketua Tim Penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim. Kepada Urip, Ayin memberikan uang  sebesar Rp 6 miliar agar Urip memberikan informasi tentang penyelidikan kasus BLBI yang terkait dengan Sjamsul Nursalim.

Berdasarkan penelusuran, Ayin merupakan istri dari Surya Dharma salah satu bos PT Gajah Tunggal Tbk yang juga dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim. Ayin sudah lama mengenal Sjamsul Nursalim saat tinggal di Lampung.

Sjamsul Nursalim pun sempat meminta Surya Dharma dan Ayin untuk mengurus tambak Dipasena atau PT Dipasena Citra Darmaja. Dipasena merupakan tambak udang terbesar di Asia Tenggara saat menjadi milik Sjamsul Nursalim.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim. SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.

Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali BDNI pada 2004. Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp 4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman BLBI.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement