Sabtu 27 May 2017 13:54 WIB

KPK Tangkap Auditor BPK, ICW: Bukti Opini WTP Bukan Segalanya

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan
Foto: Republika/Musiron
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan, kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK atas oknum auditor utama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Jumat (26/5), bukti bahwa tindak pidana korupsi masih berlangsung di lembaga pengawas keuangan negara ini.

Manajer Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menilai walaupun belum ada keterangan resmi KPK terkait apa OTT terhadap Auditor utama BPK ini, tapi menurutnya sangat mungkin ini terkait dengan status opini keuangan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

Menurutnya bukan rahasia lagi status opini WTP dari BPK selama ini sebagai sarana unjuk prestasi lembaga dan instansi negara. Karena dalam konteks politik, publik masih bisa melihat opini WTP itu masih menjadi kebanggaan sebagai sebuah prestasi. Padahal status WTP itu belum menjadi jaminan bahwa lembaga dan instansi negara tersebut bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi.

"Kalau benar terkait pemberian opini, maka ini dari awal ICW sudah menegaskan opini laporan keuangan WTP bukanlah segalanya. Terutama ketika opini WTP ini untuk mencerminkan sebuah lembaga itu bersih atau tidak terkait adanya indikasi korupsi," tegasnya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (27/5).

 

Opini WTP itu, kata ia, hanyalah penyajian laporan keuangan. Oleh karena itu kalau tahu cara penyajian sesuai standar pelaporan keuangan negara maka bisa saja WTP. Walaupun substansi dan pelaksanaan kegiatannya carut-marut dan penuh korupsi. "Jadi WTP itu hanya di atas kertas," ujarnya.

Ia mengungkapkan, ini bukan kali pertama auditor BPK yang tersangkut masalah korupsi yang ditangani KPK. Ada beberapa kali kasus auditor BPK jadi pesakitan KPK, di antaranya kasus di Bekasi. Ini juga terkait opini laporan keuangan WTP.

"Inilah yang menjadi kerentaran selanjutnya dalam pemeriksaan atau pemberian opini tersebut menjadi legitimasi tindak pidana korupsi," ungkap Firdaus.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement