REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog Adrianus Meliala menilai, desakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar revisi Undang-Undang Antiterorisme diselesaikan adalah tuntutan yang proporsional. Ia juga menyayangkan lambatnya penyelesaian RUU Antiteroisme itu.
"DPR sudah membahas kemungkinan amandemen itu sejak Januari 2016 setelah kasus bom Thamrin, tapi sampai sekarang enggak beres juga," ujarnya kepada Republika.co.id.
Adrianus juga menyayangkan lambatnya proses penyelesaian UU antiterorisme tersebut. Mengingat terorisme bukan sekedar aksi kejahatan biasa melainkan fokus utama yang harus ditindak dan diantisipasi.
"Padahal katanya terorisme kejahatan yang extraordinary, tapi kelihatan benar bahwa DPR tidak serius," ujar dia.
Menurut dia, revisi UU Polri perlu dan tidak perlu dilakukan berdasarkan pada beberapa hal. Diperlukan, karena aspem perlindungan terhadap anggota polisi memang masih lemah. Sedangkan tidak perlu, karena menurut dia, pemicu munculnya kebutuhan merevisi bukan hanya soal teror.
Ia menambahkan, saat ini pola serangan kelompok teroris masih sama yakni menargetkan polisi di tempat umum yang mudah digapai dan mudah terlihat. Para pelaku juga masih mengoperasikan bom rakitan yang kelihatan tidak canggih pemicu (ignition).