Selasa 23 May 2017 07:21 WIB

KPHI Menilai Pengawasan Kemenag Terhadap Travel Umrah Masih Lemah

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Angga Indrawan
Salah pilih biro travel umrah bisa menyebabkan niat untuk beribadah justru kandas di tengah jalan.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Salah pilih biro travel umrah bisa menyebabkan niat untuk beribadah justru kandas di tengah jalan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menilai pengawasan Kementerian Agama terhadap perusahaan perjalanan (travel) umrah masih kurang. Terbukti hingga kini masih ada travel umrah yang kerap menunda-nunda keberangkatan jamaahnya ke Tanah Suci.

"Regulasi tentang pengawasan umrah masih sangat lemah, perlu perbaikan-perbaikan," kata Komisioner KPHI Syamsul Maarif kepada Republika.co.id, Senin (22/5).

Tidak hanya itu, struktur di Kementerian Agama pun dinilainya masih perlu diperkuat. Sebelumnya, KPHI mengusulkan pengawasan umrah jangan hanya di tingkat subdit melainkan direktur. Hal ini sudah dipraktikkan oleh Kemenag. Hanya saja, kata Syamsul, hingga kini belum ada struktur di bawah direktur umrah.

Alhasil kerja direktur umrah Kemenag masih terbatas. Dia meminta Kemenag mengevaluasi diri terutama di bidang regulasi dan membentuk struktur di bawah direktur umrah. Apabila tidak dilakukan maka hal itu akan percuma, Kemenag tidak bisa berbuat banyak terhadap adanya fenomena umrah nakal.

"Pelanggaran di lapangan akan tambah banyak, apalagi minat masyarakat berumrah semakin besar," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, belakangan ini banyak calon jamaah umrah 'gigit jari' akibat jadwal pemberangkatan mereka ke Tanah Suci tidak jelas. Mereka terkatung dalam ketidakpastian. Sebagian jamaah ada yang batal berangkat dari jadwal yang dijanjikan oleh travel. Calon jamaah yang merasa dirugikan ini pun mengadukannya ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Mereka adalah calon jamaah dari First Travel dan Hannien Tour. YLKI sendiri akan membawa masalah ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement