REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Politik Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi memandang munculnya Gerakan Minahasa Merdeka di Sulawesi Utara hanyalah gertakan politik semata. Gertakan politik yang ia maksud ini adalah gerakan ini tidak serupa dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM), atau hingga referendum seperti Timor Leste.
"Ini sifatnya tidak serius, hanya gertakan poltik ekspresi kekecewaan saja dari ketidakadilan hukum terhadap kasus Ahok atau kelompok minoritas," ungkap Muradi kepada Republika.co.id, Rabu (17/5).
Ia menjelaskan, kalau gerakan ini mau memerdekanan diri tentu ada prasyarat yang bisa disematkan bahwa kelompok ini sebagai separatis. Misalnya meminta referendum, atau pemerintah daerah tidak berfungsi lagi, atau pemerintah pusat juga tidak punya kekuatan menguasai wilayah tersebut dan kemudian mayoritas penduduknya secara prinsipil mendukung kemerdekaan.
"Di Aceh dan Papua mereka mengangkat senjata, dan di Timor Timur mereka akhirnya mendapatkan referendum. Jadi Gerakan Minahasa Merdeka ini beda," katanya.
Kenyataanya menurut dia, gerakan ini hanya klaim satu dua pihak saja di Minahasa. Jadi tidak menjadi suara seluruh masyarakat di sana. Karena itu ia menyimpulkan tidak perlu dianggap serius, tapi juga bukan berarti harus diremehkan.
"Yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah mengupayakan proses keadilan hukum yang bisa diterima banyak pihak," terangnya.
Katakanlah kelompok minoritas di negeri ini melihat vonis Ahok tidak adil. Pemerintah harus bersikap atas kekecewaan tersebut. Ketidakpuasan atas proses keadilan hukum ini tetap menjadi perhatian pemerintah.
Walaupun ia juga tidak mengaitkan dengan proses banding Ahok, karena itu kewenangan hakim. Tapi pemerintah, menurutnya harus bisa menghadirkan perasaan keadilan bagi kelompok minoritas ini.