REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali mengatakan, para istri pejawat yang maju pada bursa Pilkada 2018 harus dapat membuktikan kualitasnya. Kualitas para istri pejawat harus terukur dan terbukti sehingga dapat mengantisipasi potensi korupsi atau politik dinasti.
"Jika individu itu dekat dengan kekuasaan, maka potensi untuk melakukan korupsi akan selalu ada. Maka saya sepakat bahwa istri pejawat yang maju pada Pilkada 2018 harus individu yang berkualitas," kata Fachry ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (16/5).
Sebagai istri pejawat, dia diuntungkan saat maju sebagai calon kepala daerah. Sebab, yang bersangkutan mendapat lebih banyak akses kepada sumber ekonomi dan kekuatan politik.
Kekuatan inilah yang menyebabkan bursa Pilkada yang diikuti paslon biasa dan paslon istri pejawat tidak seimbang. "Pertimbangan mengajukan istri pejawat akan memberi keuntungan lebih dari sisi kekuatan ekonomi dan politik. Faktor itulah yang biasa dilihat ketika mengajukan istri mantan kepala daerah," kata dia.
Karena itu, dia mengusulkan ada uji publik bagi paslon peserta Pilkada yang merupakan istri pejawat. Uji publik bisa digagas oleh KPU setempat atau pihak lain.
"Undang saja istri pejawat untuk sampaikan gagasan, program dan harus menjalani uji publik. Dengan begitu, akan terlihat dan terukur kemampuan mereka. Jika lolos uji publik kan malah justru sangat menguntungkan bagi dia," katanya.