REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bunyi klakson mobil dan motor terus berdengung di sepanjang jalan Jati Baru Raya sejak pagi hari. Para pengendara saling berebut jalan dengan sopir angkutan umum (angkot) serta para pedagang kaki lima dan para porter ekspedisi yang mendorong dua hingga empat karung menggunakan troli.
Pasar Tanah Abang masih memiliki daya tarik yang begitu besar untuk para warga Jabodetabek jelang bulan Ramadhan akhir Mei nanti. Bahkan, tak sedikit pula para pengunjung berasal dari luar kota dan luar pulau Jawa.
Sampai saat ini, masyarakat masih percaya Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pusat niaga yang menjual kualitas barang yang bagus dengan harga murah dan terjangkau. Akibatnya, sesuai dengan hukum ekonomi dengan adanya banyaknya permintaan, maka para penjual pun akan terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan.
Rahmat (40 tahun) salah satu pedagang kaki lima mengaku sangat senang berjualan jelang bulan puasa. Menurutnya, pengunjung sangat melonjak jelang bulan Ramadhan, sehingga dagangannya akan laku keras. Rahmat mengaku tak begitu khawatir dengan adanya razia para Satpol PP dan petugas Dishub. Dirinya mengakali dengan berjualan pakaian keliling, sehingga tidak membuka lapak.
"Kagak kena razia kalau saya masuknya kan penjual di dalam, soalnya keliling," ungkap Rahmat kepada Republika di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (15/5).
Pria asal Serang, Banten itu berjualan pakaian sudah hampir lima tahun lamanya. Sebelumnya, ia juga sempat mendapatkan kios di Blok G, namun karena dagangannya tak laku sehingga ia memilih untuk kembali turun ke jalan.
Hal senada diungkapkan Engkong Anduk, warga Bukit Duri Tanjakan, Jakarta Selatan. Pria berusia 75 tahun itu memilih untuk berjualan tas di sekitaran Jalan Jati Baru dan komplek Blok A, Blok B, Blok F, padahal dirinya sudah mendapatkan kios di Blok G.
"Kagak enak tempatnya, saya dagang handuk di sana. Banyak kios ditinggalin," ungkapnya.
Ihwal adanya penertiban dan penataan, dirinya mengaku tak khawatir karena ia juga memakai strategi yang sama dengan Rahmat. "Benar sih memang ditertibin, tapi pembeli kan maunya beli di pinggir jalan, petugas juga kenal sama saya, cuman kalau memang lagi gabungan operasinya saya paling ngumpet dulu ke dalam, kan ga mangkal (menetap) dagangnya," tuturnya.
Menurut Engkong Anduk, kebanyakan pedagang kaki lima merupakan pedagang lama yang enggan berjualan di dalam kios. Kalaupun pedagang dadakan kebanyakan datang dari Cirebon, Tasikmalaya, Serang, Banten.