Senin 15 May 2017 08:40 WIB

Aliansi Advokat Muslim Minta Jaksa Agung Periksa JPU Kasus Ahok

Rep: Ali Yusuf/ Red: Bilal Ramadhan
Jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim NKRI Abdulah Al Katiri meminta Jaksa Agung memeriksa 11 jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Para JPU itu harus diperiksa karena tidak tepat dan dan cermat dalam merumuskan pasal dalam menuntut terdakwa Ahok sehingga menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

"Berkaca pada akrobat hukum yang dilakukan oleh JPU di dalam sidang Basuki Tjahaya Purnama, maka sudah waktunya bagi Kejaksaan Agung bersama sama dengan Komisi Kejaksaan selaku lembaga meningkatkan pengawasan dan evaluasi kinerja dari para jaksa di seluruh Indonesia," kata Abdulah Al-Katiri kepada Republika.co.id, Senin, (15/5).

Abdulah mengatakan, lemahnya pengawasan terhadap para JPU terlihat dari masih banyaknya ditemukan JPU yang sengaja melemahkan dan menyesatkan dakwaan dan tuntutannya sehingga apa yang didakwakan ataupun dituntutkan tidak terbukti dalam pemeriksaan sidang pengadilan.

"Sehingga menyebabkan hakim menggunakan putusan ultra petita," ujarnya.

Abdulah mejelaskan, ultra petita atau putusan majelis hakim yang tidak mendasarkan pada tuntutan JPU sah-sah saja digunakan hakim dalam praktik persidangan jika tuntutan jaksa tidak konsisten dengan dakwaan sebelumnya.

Padahal, JPU sendiri, kata Abdulah, telah mengakui lewat dakwaannya bahwa perkataan Basuki alias Ahok di Kepulauan Seribu telah memenuhi unsur Pasal 156a sehingga kasus Ahok siap disidangkan untuk mendapatkan vonis.

Akan tetapi, entah mengapa, lanjutnya, pada saat akhir proses pemeriksaan saksi dalam tuntutannya JPU seakan mengaburkan Pasal 156a KUHP itu. Sehingga hanya menuntut Ahok satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan.

"Pada kasus Basuki Tjahaja Purnama, tuntutan yang disampaikan oleh JPU dipandang telah mencederai rasa keadilan, dan telah keliru menuntut dengan percobaan karena berada di luar kewenangannya (ultra vires)," katanya.

Padahal, kata Abdulah, kewenangan memutus pidana bersyarat (percobaan) menurut Pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP adalah mutlak wewenang hakim, bukan wewenang jaksa penuntut umum.

"Dalam sejarah penegakan hukum terhadap perkara penodaan agama, tidak pernah ditemui adanya tuntutan oleh JPU selama 1 tahun, apalagi dengan masa percobaan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement