Ahad 14 May 2017 08:10 WIB

Melatih Otak Tahan Banting

otak manusia
Foto:
Mengambil keputusan (ilustrasi)

Untungnya Tuhan menganugerahi otak kita plastis, mudah beradaptasi terhadap perubahan. Neuroplastisitas yang akhir-akhir ini semakin banyak terbukti di kalangan ahli neurosains merupakan modal besar kita para pelaku bisnis untuk terampil menghadapi disruption. Dengan tingkat kecepatan digital disruption seperti saat ini, bukan lagi mereka yang besar dan kuat yang akan menang, melainkan mereka yang cepat beradaptasi terhadap perubahan. 

Kesuksesan pada dasarnya adalah kesempatan yang bertemu kesiapan. Kesempatan saya istilahkan momentum, dan kesiapan saya istilahkan muscle (otot). Disruption adalah sebuah momentum. Kita hanya akan mampu menangkap peluang dari momentum manakala kita melatih muscle. Melatih muscle (otot) dalam menghadapi era disruptif berarti melatih otak untuk tahan banting menghadapi perubahan. Setidaknya terdapat tiga cara untuk melatih otak agar tahan banting menghadapi disruption.

Pertama, melatih change agility, terbuka terhadap perubahan apapun, baik perubahan eksternal maupun internal. Begitu kita membuka diri terhadap berbagai bentuk perubahan, kita sesungguhnya sedang melatih amygdala di sistem limbik kita agar tidak terlalu mudah meneriakkan sinyal bahaya. Novelty (hal baru) tidak kita anggap sebagai musuh, tapi kita sikapi dengan penuh rasa ingin tahu.

Memang otak kita mencintai pola. Pola-pola ini disimpan di dalam basal ganglia sebagai cara otak kita menghemat energi, membuat kita bisa fokus pada hal-hal penting. Dengan melatih change agility, kita pun membentuk pola baru, yakni pola mekanisme kerja otak yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menyikapi setiap perubahan. 

Kedua, melatih diri untuk fokus. Disruption juga membawa distraction pada otak kita. Terlalu banyak hal baru yang menarik membuat kita bingung mulai dari mana, akhirnya tidak ada yang selesai. Kematangan konteks prefrontal kita perlu dilatih. Dengan begitu kita mampu untuk memilah mana aspek yang harus difokuskan terlebih dahulu, apa saja yang harus diprioritaskan, mana yang kita akan tangani secara serius, apa saja tahapan dan langkah untuk menanganinya, dan seterusnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement