Jumat 12 May 2017 18:08 WIB

Alumni 212: Kami Ditembaki Gas Air Mata, Demonstran Lain Dibiarkan

Rep: Fuji EP/ Red: Bayu Hermawan
Alumni Bela Islam 212 menandatangani petisi di atas kain sepanjang 1 km untuk mendukung Komnas HAM mengusut pelaku pelanggaran HAM terhadap ulama dan aktivis di Komnas HAM, Jumat (12/5).
Foto: Republika/Fuji EP
Alumni Bela Islam 212 menandatangani petisi di atas kain sepanjang 1 km untuk mendukung Komnas HAM mengusut pelaku pelanggaran HAM terhadap ulama dan aktivis di Komnas HAM, Jumat (12/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan alumni Aksi Bela Islam 212 melakukan penandatanganan petisi pada kain sepanjang satu kilometer di halaman parkir Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (12/5). Saat alumni Aksi 212 bertemu perwakilan Komnas HAM, mereka mengaku merasa didiskriminasi oleh aparat dan penguasa.

Ketua Presidium Alumni 212, Ustaz An Sufri Idrus Sambo, mengatakan, datang ke Komnas HAM juga untuk menyampaikan keprihatinan atas perbuatan diskriminatif pemerintah. Baru-baru ini terjadi di Cipinang aksi demonstrasi yang sudah anarkistis, tapi dibiarkan berjalan sampai malam.

"Sudah anarkis dan dibiarkan saja, sementara kami (aksi) dengan damai tidak ada anarkis, lebih dari Maghrib sudah ditembaki," kata Ustaz An Sufri saat menemui perwakilan Komnas HAM di kantor Komnas HAM, Jumat (12/5). 

Ia menjelaskan, pihaknya ditembaki oleh gas air mata saat Aksi Damai 411. Menurutnya, peristiwa ini merupakan diskriminasi yang sangat nyata dan terang-terangan. Padahal, massa Aksi Damai 411 tidak anarkistis, hanya melakukan doa dan zikir.

Sufri menegaskan, tanaman pun tidak ada yang rusak saat Aksi Damai 411. Namun, saat lebih dari jam 18.00 WIB, polisi langsung menembaki massa dengan gas air mata.

Sementara, massa pro-Ahok di Cipinang sudah melakukan tindakan anarkistis dengan melemparkan botol dan menggoyang-goyang pagar. Bahkan, dikatakan dia, mereka melakukan demonstrasi sampai tengah malam, tapi dibiarkan aparat. Gara-gara itu saudara Ahok sampai dipindahkan ke Mako Brimob dari Cipinang.

"Kami tanggal 31 Maret, (aksi) kami diberi ultimatum sampai jam 5. Saya waktu itu sebagai koordinator aksi ketemu Pak Wiranto, kami diultimatum, lewat dari jam 5 tidak bubar kami sikat," jelasnya.

Ia mengaku, didiskriminasi sangat menyakitkan. Perbuatan tersebut melanggar HAM. Hal ini yang akan membuat gesekan lebih parah di tengah-tengah masyarakat. Saat perwakilan alumni Aksi Bela Islam 212 bertemu Komnas HAM, sejumlah massa sedang sibuk menandatangani petisi di halaman parkir kantor Komnas HAM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement