Jumat 12 May 2017 08:25 WIB

Penahanan Ahok tak Dapat Ditangguhkan, Ini Penjelasannya

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ilham
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Foto:
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Al-Katiri mengatakan, putusan pemidanaan dan perintah penahanan harus diterima sebagai kenyataan hukum yang pasti. Karena sudah nenjadi suatu prinsip bahwa putusan pengadilan harus dianggap benar (res judicata pro veritate habetur) sampai adanya putusan pengadilan diatasnya yang berwenang membatalkan putusan tersebut.

Al-Katiri menuturkan, majelis hakim yang memutus perkara Ahok, tentunya mengetahui adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-X/2012 yang dalam amar putusan menyatakan bahwa putusan yang tidak mencantumkan Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP "tidak batal demi hukum". Mahkamah juga membatalkan ketentuan huruf k pada Pasal 197 ayat (2) KUHAP. Namun, pencantuman Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP pada putusan pemidanaan terhadap Ahok, menurut Al-Katiri, lebih ditujukan kepada penegasan kepentingan Pasal 21 KUHAP, yakni adanya kekhawatiran yang bersangkutan akan melarikan diri atau mengulangi perbuatannya.

"Adapun merusak atau menghilangkan barang bukti, kiranya tidaklah relevan," katanya. Jadi, kata Al-Katiri, perintah penahanan oleh pengadilan tidaklah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi perintah penahanan terkait dengan menegakkan hukum dan keadilan. "Adapun upaya banding dan mungkin kasasi tidaklah ditujukan kepada perihal penahanan. Namun, ditujukan kepada putusan pemidanaan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement