REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama alis Ahok menilai, hakim mengalami tekanan saat memvonis Ahok dua tahun penjara. Pihaknya mengaku tidak puas dengan keputusan majelis hakim tersebut.
Salah satu tim penasihat hukum Ahok, Tommy Sihotang, menyatakan, majelis hakim mengalami tekanan yang luar biasa dalam memutuskan vonis untuk kliennya. Padahal, kata dia, sebelumnya tim kuasa hukum Ahok sudah memperingatkan agar majelis hakim jangan sampai terpengaruh tekanan massa.
"Hakim dalam memutuskan kelihatan seperti berusaha membuktikan jika Pak Ahok bersalah, yang terbukti kan Pasal 156 kemarin, bapak itu (hakim) bilang 156 A," kata Tommy di Auditorium Kementerian Pertanian, Jalan Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5).
Meski demikian, Tommy memaklumi keputusan hakim. Tekanan yang dimaksud penasihat hukum sendiri dikatakan cukup kuat sehingga bisa memengaruhi peradilan. "Hakim kan manusia biasa juga, kita memaklumi," ujarnya.
Tommy juga menyoroti pertimbangan hakim yang menyatakan sikap Ahok yang kooperatif dalam menjalani persidangan. Ahok disebutkan dalam pertimbangan hakim telah berlaku sopan dan baik selama proses peradilan.
Namun, Ahok diputuskan akan langsung ditahan oleh majelis hakim. Sehingga, menurut Tommy, keputusan hakim ini kontradiktif. "Kalau kooperatif lantas kenapa ditahan?" kata Tommy.
Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim dalam kasus penodaan agama melalui sepenggal kalimat yang ia sampaikan sewaktu berpidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, lalu. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ahok dengan satu tahun penjara dan dua tahun masa percobaan.