REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara atas terdakwa kasus penistaan Alquran, Basuki Tjajaha Purnama (Ahok), Selasa (9/5). Gubernur DKI Jakarta itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 156a huruf a tentang penodaan agama.
Politikus Gerindra Sodik Mudjahid mengapresiasi putusan majelis hakim tersebut. Dia menyebut majelis hakim mampu independen di tengah tekanan yang kuat dari penguasa. Namun, Sodik menilai putusan ini belum menghadirkan keadilan secara maksimal.
“Melihat kualitas penistaaan yakni kepada ayat suci langsung dan kata ‘pembohongan’ ayat suci, serta melihat dampak keresahan masyarakat yang luar biasa sehingga terbelah dan bermusuhan, maka putusan tersebut belum memberikan rasa keadilan maksimum,” jelas Sodik Mudjahid dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/5).
Meski begitu, ketua DPP Partai Gerindra itu meminta kepada publik, khususnya umat Islam dan GNPF-MUI untuk menerima putusan tersebut.
“Mari kita kembali bekerja dan berkarya untuk umat dan bangsa di bidang masing-masing. Masih banyak ‘PR’ keumatan dan keislaman yang harus kita perjuangkan dan persembahkan kepada umat dan bangsa Indonesia.”
Dia juga menghargai kinerja kepolisian dan pemerintah dalam mengawal kasus Ahok selama masa persidangan. Ke depannya, Sodik berharap agar kejadian penistaan agama tidak lagi terjadi di Indonesia. Apalagi ketika pelakunya berasal dari kalangan pemimpin.
“Dengan cara ini, maka kerukunan antarumat beragama akan terbangun dan persatuan Indonesia akan terwujud,” katanya.