REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane berharap, jajaran kepolisian mengedepankan sikap persuasif dan tidak arogan dalam melakukan pengamanan setelah Pilgub Jakarta, terutama dalam melakukan pengamanan sidang vonis Ahok. Sehingga, publik bisa merasakan jajaran Polri benar benar profesional, proporsional dan independen dalam menjalankan tugasnya di lapangan.
"Jajaran kepolisian mengedepankan sikap persuasif dan tidak mengedepankan arogansi dalam melakukan pengamanan pasca Pilgub Jakarta, terutama dalam melakukan pengamanan sidang vonis Ahok," kata Neta dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (9/5).
Neta menilai, selama proses Pilgub Jakarta energi Polri seakan terkuras habis. Bahkan terkadang tindakan aparatur di lapangan terlalu berlebihan. Akibatnya, muncul kesan seolah-olah jajaran kepolisian tidak independen dan memihak. Salah satu contohnya adalah tuduhan makar terhadap sejumlah tokoh nasionalis (Rahmawati cs) dan sejumlah tokoh Islam, yang hingga kini Polri tak kunjung mampu membuktikan tuduhannya karena BAP kasusnya tak kunjung dilimpahkan ke kejaksaan.
Belajar dari kasus Pilgub Jakarta, ke depan, terutama di 2018 akan ada Pilgub Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dll yang tak kalah riuh. Menurut Neta, jajaran Polri perlu mengedepankan dialog dengan sejumlah tokoh nasionalis maupun agama. Tujuannya agar kegaduhan selama proses Pilgub Jakarta tidak pindah atau bergeser ke daerah lain. Sehingga kegaduhan dan ketegangan yang bernuansa memecah belah NKRI dengan isu isu agama bisa diminimalisir.
"Untuk itu pasca Pilgub Jakarta, Kapolri perlu mendatangi tokoh tokoh ulama, tokoh tokoh nasionalis dan tokoh masyarakat lainnya untuk melakukan dialog. Sehingga terjadi konsolidasi Polri dengan tokoh tokoh masyarakat untuk menyelesaikan semua potensi ketegangan sosial secara persuasif demi keutuhan NKRI," ucap Neta.