Kamis 04 May 2017 14:28 WIB

Saksi Sebut Kontrak Proyek KTP-El Sering Diubah

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Petugas menyumpah saksi saat sidang dengan terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Petugas menyumpah saksi saat sidang dengan terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya menjadi saksi dalam sidang kedua belas kasus proyek KTP-El di PN Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/5). Isnu dalam kesaksiannya menyatakan bahwa konsorsium PNRI memang kerap menghadapi beberapa kendala saat menjalankan proyek KTP-El.

Kendala-kendala ini yang kemudian berujung adanya perubahan kontrak (addendum) hingga enam kali saat dirinya menjabat dirut PNRI dari total sembilan kali addendum selama proyek berlangsung.

"Saya dengar sembilan kali addendum," kata dia di hadapan majelis hakim.

"Kenapa banyak?," tanya Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdul Basyir.

"Untuk menyesuaikan perubahan yang ada atau kendala itu," jawab Isnu.

Isnu juga menjelaskan, saat proyek masih berjalan pada 2012, konsorsium mendapat kendala karena PT LEN tiba-tiba harus mengurus penyediaan mesin cetak KTP-El. Tak hanya itu, kendala lain yakni soal pendanaan.

Lantaran, konsorsium tidak bisa mendapat dana dari perbankan karena tidak ada uang muka untuk mengerjakan proyek tersebut.

"Kami mengurus Quadra pada 2011, dan LEN harus urus mesin di 2012. Kemudian nggak dapat downpayment (DP) jadi finance sulit, sulit dapat dari bank," tutur dia.

Isnu mengatakan addendum hingga enam kali itu memang sebagai langkah untuk membuat kesesuaian antara target dengan kemampuan konsorsium dalam pengerjaan proyek. Ia juga mengakui kondisi yang terjadi di lapangan menjadi acuan dalam penentuan target sehingga dibuatlah addendum itu. Padahal, apa yang ada di perjanjian itulah yang semestinya menjadi acuan untuk menentukan target.

Dalam sidang ke-12 KTP-El ini, ada tujuh saksi yang dipanggil. Mereka adalah Isnu Edhi Wijaya (mantan dirut Perum PNRI), Wahyuddin Bagenda (mantan dirut PT LEN 2007-2012 dan Dirut Perum PNRI), Abraham Mose (mantan direktur PT LEN), Agus Iswanto (mantan direktur PT LEN), Andra Yastrialsyah Agussalam (mantan direktur administrasi dan keuangan PT LEN), Darman Mappangara (mantan direktur teknologi dan manufaktur PT LEN), dan Arief Safari (mantan dirut PT Sucofindo).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement