REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Divisi Pemberitaan Google Richard Gingras dalam sesi pleno World Press Freedom Day 2017 menyampaikan Hoax atau berita palsu merupakan alat bagi pihak jahat untuk menyebarkan propaganda.
"Berita palsu digunakan oleh mereka yang memiliki niat buruk kepada masyarakat," ujar Richard, Rabu (3/5)
Pria yang telah berperan selama 37 tahun di dunia media digital itu berpendapat berita palsu memiliki dampak yang sangat besar dalam masyarakat yang saat ini telah bergantung pada internet. Ia menjelaskan, dampak besar berita palsu didukung dengan fakta bahwa kaum Milenial menghabiskan sekitar sembilan jam per hari di depan layar, baik ponsel pintar maupun komputer pribadi.
"Bahkan banyak orang yang menikmati jalinan sosial di dunia maya. Ini menunjukan bahwa kita bukan hanya pengguna internet, tapi kita sudah menjadi bagian dan hidup di dalamnya," tukas Richard.
Sehubungan dengan upaya menangkal berita palsu di tengah masyarakat, Richard berpendapat bahwa hal tersebut dilakukan dengan menekankan misi jurnalisme di media.
"Bagi saya jurnalisme bertujuan sebagai alat untuk membentuk masyarakat agar lebih baik," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pers Indonesia Yosep Adi Prasetyo pun menegaskan bahwa insan pers memiliki kemampuan untuk menerima informasi yang beredar di tengah masyarakat melalui media sosial. Namun untuk Indonesia, jurnalis tidak diperbolehkan membuat berita atau laporan berdasarkan informasi yang berasal dari media sosial.
"Mereka bisa menerima info dari medsos, tapi mereka harus melakukan verifikasi, cek dan cek terus, untuk mendapatkan data yang kredibel," ujar Yosep, menjelaskan.
Dengan langkah demikian, kata Yosep melanjutkan, maka peluang Hoax tersebar lebih luas melalui media resmi dapat diredam dan diklarifikasi jika informasi yang beredar merupakan kabar bohong.