Ahad 30 Apr 2017 13:02 WIB

AS Hikam: Hak Angket Diduga Jadi Cara Selamatkan Setya Novanto

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK dan 'walkout' saat Rapat Paripurna DPR memberi keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK dan 'walkout' saat Rapat Paripurna DPR memberi keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, AS Hikam menduga, keputusan digulirkannya hak angket sebagai salah satu deal politik yang sangat penting. Yaitu penyelamatan ketua DPR RI, Setnov, yang juga ketua umum DPP Golkar agar terlepas dari malapetaka tindak pidana korupsi KTP-el.

"Karena terancamnya kursi kekuasaan di DPR dan Golkar, serta masuk ke penjara karena kasus tipikor. Ini kan berarti kiamat politik bagi Setnov," kata Hikam dalam keterangan tertulisnya pada Republika.co.id, Ahad (30/4).

Hikam juga mengaku heran dengan kinerja Polri, yang hingga kini tak kunjung menemukan saksi kunci kasus KTP-el, Miryam S. Haryani yang buron. Menghilangnya Miryam, lanjut Hikam, menjadi bahan pertanyaan hak angket DPR yang memang fokusnya sejak awal adalah untuk membuka berita acara perkara (BAP) Miryam.

"Ini jadi semacam drama perseteruan 'Cicak vs Budaya' yang akan berlangsung berjilid-jilid dengan pemeran antagonis terhadap KPK yang berbeda-beda pula," ungkap Hikam.

Dia menjelaskan, lingkaran keterkaitan dari drama tersebut akhirnya tersambung; KTP-el, buronnya Miryam, amandemen UU KPK, dan penyelamatan karir politik Setnov, sebagai petinggi Golkar. Partai tersebut juga berperan sebagai salah satu partai besar pendukung presiden Jokowi.

Hikam mengaku, tidak yakin jika pemerintah lantas akan menolak  keras hak angket sampai akhir. Karena dikhawatirkan, tegas Hikam, kedepannya kompromi dan deal-deal politik akan terjadi dan ujung dari semuanya adalah KPK yang menjadi semacam ompong belaka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement