REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum tata negara, Oce Madril mengatakan, memaksa membuka data-data penegakan hukum adalah sebuah pidana. Larangan membuka informasi tindak pidana, kata dia, sudah tertuang dalam undang-undang. Hal itu untuk menanggapi adanya hak angket dari DPR yang ingin meminta KPK membuka data penyidikan kasus korupsi KTP-elektronik.
"Itu dilarang oleh undang-undang, undang-undang KIP melanggar informasi penegakan hukum itu dibuka kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, itu sudah dinyatakan dalam undang-undang," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/4).
Madril menjelaskan, undang-undang yang dilanggar dalam memaksa membuka informasi tindak pidana sudah tertuang dalam undang-undang MD3 (Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Memaksa membuka informasi tindak pidana pada yang tidak berwenang juga melanggar undang-undang keterbukaan informasi.
"Jadi kalau memaksa menyerahkan data-data tersebut, pertama adalah melanggar Undang-undang MD3 juga melanggar undang-undang keterbukaan informasi. Pihak-pihak yang memaksa meminta data penegakan hukum, itu bisa dipidana," ujarnya.
Sebelumnya, pada sidang paripurna DPR RI Jumat (28/4) lalu, telah diputuskan untuk membuat pansus pembentukan hak angket. Hak angket ditunjukan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyiarkan rekaman Berita Acara Perkara (BAP) dari Miryam.
Sidang tersebut diwarnai aksi walk out oleh beberapa fraksi. Aksi walk out tersebut ditenggarai keputusan diambil oleh wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah di saat anggota dewan masih mengajukan interupsi.
Baca Juga: Hak Angket KPK Dinilai Gambarkan Konflik Kepentingan di Internal DPR