REPUBLIKA.CO.ID,SOREANG -- Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Maman Kuswara mengungkapkan jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan meningkat periode Januari-April 2017 dibandingkan 2016. Kasus kekerasan tahun lalu mencapai 151 kasus, sementara hingga April 2017 mencapai 130 kasus.
“Perlu peran aktif masyarakat dalam menghilangkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kabupaten Bandung punya P2TP2A sekarang. Jadi untuk masyarakat yang melihat atau mengalami kasus itu, bisa secepatnya melapor,” ujarnya, Kamis (27/4).
Menurutnya, sebanyak 110 kasus kekerasan seksual terjadi pada 2016 menimpa pada anak-anak, 37 kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan empat kasus perdagangan manusia (human trafficking). Sementara yang baru tertangani oleh P2TP2A baru sekitar 83 kasus. Pada 2017, 130 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terungkap.
Maman mengatakan, kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak serta KDRT sudah terjadi di 25 Kecamatan di Kabupaten Bandung. Saat ini, P2TP2A memfokuskan diri melakukan pelayanan bagi perempuan dan anak korban tindak kekerasan melalui pendekatan holistik dan multidisiplin.
Ia menuturkan, P2TP2A setelah menerima laporan, akan melakukan penilaian atau pendataan serta verifikasi kasus. Jika terbukti, integrasi akan dilakukan dengan pihak kepolisian untuk tindakan selanjutnya bagi pelaku. Sedangkan untuk korban, P2TP2A melakukan layanan penguatan psikologi baik bagi korban, lingkungan keluarga dan sosial.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Hendi Aryadi Purwanto menegaskan, siapapun yang mengalami atau menemukan kasus tersebut, agar segera melapor sebelum korban bertambah.
“Tindak kekerasan pada perempuan dan anak harus dihentikan. Untuk itu semua harus berperan aktif, jika mengalami atau menemukan hal ini, segera laporkan. Jangan dibiarkan berlarut larut. Pembiaran itu bisa berdampak bertambahnya korban,” katanya.