REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang berlangsung panas harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia dalam bernegara dan berpolitik. "Apa yang terjadi kemarin itu sudah sangat berbahaya. Masyarakat terpecah dan terkotak-kotak yang bisa menimbulkan ekses yang sangat besar, yaitu terancamnya NKRI," Hendri di Jakarta, Rabu (26/4).
Apalagi, kata dia, masih banyak kelompok radikal yang terus berupaya melakukan propaganda dengan tujuan meruntuhkan NKRI. Kondisi yang terjadi pada Pilkada Jakarta menguntungkan kelompok semacam ini.
"Memang ada kelompok radikal yang terindikasi menunggangi Pilkada kemarin, meski sulit diukur seberapa besar pengaruh kelompok radikal tersebut," katanya.
Menurut dia, yang terbaik saat ini adalah seluruh pihak harus bisa kembali bersatu dan tidak terkotak-kotak lagi. Terlebih, Pilkada Jakarta tidak hanya membuat ibu kota bergejolak, tapi juga membuat seluruh Indonesia panas.
"Tidak hanya terjadi 'perang' antarpartai politik pengusung pasangan calon, tapi juga terjadi intrik dan benturan antarkelompok dan agama yang dipicu pernyataan salah satu calon yang dinilai telah melecehkan ayat suci Alquran," kata dia.
Menurut dia, kejadian serupa tidak boleh lagi terjadi Indonesia. Mengutip Samuel P Huntington dalam The Clash of Civilitation, Hendri mengatakan, pertumbuhan antara budaya dan agama sangat berbahaya bagi suatu negara.
"Kita bersyukur hal-hal negatif itu tidak sampai terjadi. Ini pelajaran bagi kita, bangsa Indonesia, dalam bernegara dan berpolitik," kata dia.
Pelajaran lain dari Pilkada adalah perlunya keadilan ditegakkan. Menurut Hendri, salah satu penyebab Pilkada Jakarta menjadi panas adalah ada beberapa kelompok masyarakat yang merasa ada ketidakadilan terkait dengan kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). "Menurut saya ini tidak hanya faktor agama, tapi ada faktor ketidakadilan di situ yang belum terselesaikan," kata Hendri.