REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menunda sidang selama dua pekan. Alasannya, agenda sidang pekan depan replik duplik telah disampaikan secara lisan pada hari ini. Sebelum hakim menunda sidang, tim penasihat hukim mengajukan lima permohonan sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim.
"Memohon agar majelis hakim yang Mulia berkenan memutuskan, pertama menyatakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah: 1. Melakukan Tindak Pidana penodaan agama sebagaimana dalam dakwaan alternative pertama dalam Pasal 156 a KUHP. 2. Melakukan Tindak pidana menghina suatu golongan sebagaimana diatur dalam dakwaan alternative kedua dalam Pasal 156 KUHP," kata salah satu penasihat hukum Ahok, Teguh Samudra di Auditorium Kementrian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Kedua, sambung Teguh, penasihat hukum meminta majelis hakim menyatakan membebaskan Ahok dari dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Ketiga, majelis hakim menyatakan memulihkan hak-hak harkat martabat kedudukan kemampuan Ahok pada keadaannya semula sebelum adanya perkara ini.
"Keempat, menyatakan barang bukti yang disampaikan Ahok tetap terlampir dalam berkas perkara atas nama Ahok," kata dia.
Terakhir, penasihat hukum meminta agar beban biaya perkara dibebankan kepada negara. JPU sebelumnya menyatakan Ahok bersalah dan melanggar pasal 156 KUHP. Jaksa menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Dalam tuntutannya, JPU menganggao Ahok tak terbukti melakukan penodaan agama seperti dalam dakwaan pasal 156 a KUHP.