Rabu 19 Apr 2017 19:24 WIB

Tiga Hal yang Membuat Kekalahan Paslon Nomor Dua

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nidia Zuraya
Pasangan calon nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat bersama partai pendukung serta relawan memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (19/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pasangan calon nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat bersama partai pendukung serta relawan memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, kekalahan pasangan calon nomor urut dua Basuki-Djarot dalam perhitungan quick count oleh beberapa lembaga survei ditengarai terjadi karena tiga hal. Yaitu, figur paslon yang tidak terlalu disukai, program, dan strategi politik yang salah.

"Saya kira tiga hal itu yang membuat Anies-Sandi menang. Pertama, sosok Anies adalah sosok pemimpin yang berwibawa, peduli, dan yang seperti yang diinginkan oleh rakyat Jakarta hari ini, sedang Ahok tidak memiliki itu," kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (19/4).

Warlan mengatakan, mengenai visi misi program, paslon Basuki-Djarot dinilai banyak juga kegagalannya. Tidak seperti yang diagung-agungkan pasangan tersebut. Sedangkan Anies-Sandi, lanjut Warlan, bisa membuat program yang lebih menyentuh rakyat Jakarta.

"Lalu yang terakhir, menurut hemat saya, ini terjadi karena adanya kesalahan strategi politik dari tim Basuki-Djarot. Misal, begitu vulgarnya pembelaan pemerintah atau tim Basuki, terkait kasus penistaan agama, itu imbasnya besar," tegas Warlan. 

Menurut Warlan, dengan bertubi-tubinya 'pembelaan' dari tim pemenangan Basuki-Djarot terkait kasus tersebut, hal tersebut menimbulkan efek tidak baik pada pasangan calon tersebut. "Kan sudah jelas jadi terdakwa, kenapa keuekeuh harus dibela," jelas Warlan.

Adapun dugaan elektabilitas Ahok turun karena mencuatnya kasus politik sembako yang diarahkan pada Basuki-Djarot, menurut Warlan, hal tersebut tidak menjadi faktor dominan berkurangnya suara. "Ya, barangkali ada. Tapi, menurut hemat saya, sembako itu tidak terlalu dominasi," jelas Warlan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement