Kamis 13 Apr 2017 14:48 WIB

'Seharusnya DPR tak Perlu Ajukan Nota Protes Soal Setnov'

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal Ketua DPR Setya Novanto ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik. Namun, para pimpinan DPR merasa keberatan dan akan mengajukan nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut posisi Novanto sebagai Ketua DPR RI seharusnya menjadi pengecualian dalam mengabulkan permintaan pencegahan ke luar negeri.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai seharusnya DPR tak perlu mengajukan nota protes tersebut kepada Presiden. Sebab, pencekalan yang dilakukan oleh KPK tak ada kaitannya dengan posisi Ketua DPR RI. Selain itu, Presiden juga tidak dapat mengintervensi proses hukum oleh KPK.

"Tidak ada hubungannya dengan posisi DPR, tidak bisa dikaitkan dengan posisi itu," ujar Asep saat dihubungi, Kamis (13/4).

Asep mengatakan, pencekalan merupakan bagian dari proses penyelidikan dan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK, kata dia, melakukan pencekalan terhadap Setnov ke luar negeri lantaran membutuhkan informasi lebih lanjut terkait kasus yang tengah diselidiki. Selain itu, hukum yang diberlakukan tak memandang posisi seseorang.

"Sebaiknya memang dilakukan pencegahan karena KPK membutuhkan informasi. Ketika berhadapan hukum, semua orang sama dihadapan hukum," tambah dia.

Karena itu, Asep meminta agar para anggota dewan lainnya untuk menghormati penegakan hukum yang tengah diberlakukan terhadap Setnov. Asep menilai, alasan pimpinan DPR yang menyebut posisi Ketua DPR menjadi pengecualian dalam pencekalan lantaran harus berhubungan diplomasi dengan negara lain, tidaklah tepat.

Asep mengatakan, untuk melakukan diplomasi dengan negara lain, dapat juga dilakukan oleh perwakilan DPR lainnya.

"Tidak harus Ketua yang menghadiri acara di luar negeri, bisa wakilnya," ujarnya.

Selain itu, dalam kewenangan pencekalannya, KPK juga diatur dalam Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Aturan KPK tersebut tetap berlaku dan digunakan, meskipun aturan yang sama juga tercantum dalam UU Keimigrasian namun telah dibatalkan oleh MK dalam uji materil.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan rencana pengajuan surat nota keberatan atas pencegahan bepergian ke luar negeri kepada Ketua DPR RI, Setya Novanto kepada Presiden Joko Widodo tersebut merupakan sikap resmi DPR RI dari hampir seluruh fraksi saat dilakukan rapat pimpinan dan Badan Musyawarah pada Selasa (11/4) malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement