Rabu 12 Apr 2017 03:50 WIB

DPR akan Kirim Nota Keberatan Pencegahan Setnov pada Jokowi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Ketua DPR Setya Novanto menerima kunjungan pengurus GP Anshor di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/4).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua DPR Setya Novanto menerima kunjungan pengurus GP Anshor di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) akan mengirimkan surat nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas dikeluarkannya status pencegahan bepergian keluar negeri kepada Ketua DPR RI Setya Novanto. Nota keberatan tersebut dimaksudkan agar Presiden Jokowi membatalkan pencegahan kepada Novanto.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, nota keberatan merupakan sikap resmi DPR RI atas pencegahan terhadap Novanto. Ia menjelaskan nota keberatan diawali nota protes dari fraksi Partai Golkar yang kemudian disepakati seluruh fraksi lainnya di rapat Bamus yang berlangsung hingga Selasa malam.

 "Inti dari keberatan itu adalah keberatan kita tentunya menjadi keberatan Bamus atau DPR bahwa tindakan pencekalan kepada Ketua DPR telah tidak mempertimbangkan hal-hal yang ada," ujar Fahri yang juga didampingi Wakil Ketua DPR lainnya, Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta pada Selasa (11/4) malam.

Ia mengatakan, pertimbangan nota keberatan tersebut diantaranya karena pencegahan terhadap Novanto membuat kelembagaan DPR RI menjadi terganggu. Novanto yang menjabat sebagai Ketua DPR, selain memiliki posisi penting dalam struktur kenegaraan juga menjalankan fungsi diplomasi.

Pencegahan ini kata Fahri, membuat Ketua DPR RI tidak dapat menjalankan tugasnya dan mencoreng DPR RI di dunia internasional. Lantaran, ada beberapa forum internasional yang tidak bisa diwakilkan ke pimpinan DPR lainnya.

"Seperti akhir bulan ini, yakni pertemuan pimpinan-pimpinan parlemen industri termasuk Indonesia, ada Meksiko, Korea Australia. Itu biasanya dihadiri pimpinan-pimpinan dewan tapi dengan status cekal ini Pak Novanto enggak bisa pergi," kata Fahri.

Selain itu alasan pengajuan pencegahan KPK kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk memudahkan pemeriksaan juga tidak tepat lantaran ia menilai Novanto selalu kooperatif dalam pemeriksaan KPK. Ia juga menekankan, bahwa pencegahan  terhadap ketua DPR yang berstatus sebagai saksi dapat mengganggu kerja kelembagaan dan memperburuk citra DPR sebagai lembaga negara baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Meski begitu, Fahri juga tidak ingin upaya tersebut dikatakan bagian dari intervensi DPR atas kasus hukum perkara dugaan korupsi proyek KTP-el.

"Hak cekal bukan di penyidik hak cekal di ditjen imigrasi. Dia (penyidik) mengusulkan. Makanya ini sebenarnya kita tidak ada hubungan sama KPK, kami minta presiden sebagai kepala negara sebagai kepala pemerintahan, ini surat dari DPR, dan ini bukan surat pribadi tapi lembaga," kata Fahri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement