REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua video yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat mengalami gangguan. Video budidaya Kerapu di Kepulauan Seribu yang diajukan JPU mengalami gangguan suara dan video tentang kehadiran Ahok-Djarot di DPP Nasdem bermasalah saat diputar.
Ketua Tim Penasihat Hukum Ahok, Trimoelja Soejardi mengaku tidak mempermasalahkan adanya hambatan penanyangan barang bukti yang diajukan JPU. "Yang penting itu semua yang jelas dalam konteks budidaya ikan. Itu semua, tapi yang penting terdengar tadi yang dipersoalkan yang transkripnya ada dalam surat dakwaan. Itu kan terdengar jelas semua. Yang penting itu," kata Trimoeldja di Auditorium Kementrian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).
Menurut Trimoelja, beberapa video yang ditayangkan membuktikan kalau Ahok hanya berbicara sebagai angin lalu. Dengan demikian, video yang diajukan JPU sudah mampu membuktikan kalau Ahok tidak melakukan penistaan agama. "Kalau orang objektif menilai itu tadi lengkap, yang panjangnya sekitar 1 jam 48 menit, itu saya kira mustahil ada penodaan agama, penodaan alquran, penghinaan ulama," kata Trimoeldja.
Ihwal pemutaran video dialog Ahok-Djarot di kantor DPP Partai Nasdem, menurutnya tim penasihat hukum bisa saja menolaknya sebagai alat bukti, lantaran video tersebut tiba-tiba langsung menayangkan adegan wawancara Ahok-Djarot setelah Ketua DPP Partai Nasdem memberikan sambutan. Terlebih, video tersebut tidak ditayangkan secara utuh. Belum lagi ada keadaan file empty muncul selama persidangan.
"Kalau itu nanti tidak bisa dilihatkan secara utuh, ya kami tolak sebagai alat bukti," kata Trimoeldja.
Trimoeldja menilai, kemunculan video yang tidak utuh sebagai bentuk kecerobohan JPU. Seharusnya, JPU memeriksa barang bukti, terutama video yang akan diputar secara intensif, tidak akan ada masalah. Ia melihat penyerahan berkas ke pengadilan layaknya sarana lepas tangan. "Itu kan jelas seperti bola panas," kata Trimoeldja.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surah Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.