REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan masyarakat harus cermat membedakan antara kampanye negatif dengan kampanye hitam (black campaign). Hal ini terkait KPUD DKI yang memperbolehkan kampanye negatif oleh tim sukses paslon.
"Saya tidak masalah dengan kampanye negatif. Namun kampanye negatif tidak boleh dilakukan dengan memprovokasi, menekan, melakukan intimidasi, dan upaya kekerasan," ujar Titi, Senin (3/4).
Kampanye negatif menurut Titi dilakukan untuk menguji rekam jejak seseorang berdasarkan fakta-fakta yang memang terjadi. Sedangkan kampanye hitam dilakukan dengan menyebarkan fitnah, kabar bohong, ataupun sesuatu yang tidak berbasis fakta.
Jika kampanye negatif dilakukan dengan tujuan memprovokasi dan mengancam serta intimidatif maka hal tersebut merupakan tindak pidana, dan sebaiknya dihindari oleh masing-masing paslon.
"Namun, jika rekam jejak seseorang dibuka kepada publik dan rekam jejak itu sesuatu yang negatif, maka menurut saya tetap sah-sah saja untuk dilakukan. Sepanjang berbasis fakta dan kebenaran," tutur Titi.
Ketua Pokja Kampanye KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar menjelaskan, kampanye negatif memiliki pengertian yang jauh berbeda dengan kampanye hitam. Kampanye hitam, menurut Dahliah jelas dilarang oleh KPU. Hal ini karena kampanye hitam tidak memiliki sumber yang jelas dan data yang dapat dipertanggung jawabkan.
"Jadi jelas ya bedanya, kalau black campaign itu tidak berdasarkan fakta," tegas Dahliah.