REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Asman Abnur menyebut gaji PNS jadi salah satu potensi terjadinya tindak pidana korupsi.
"Terdapat jabatan yang rawan atau berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan wewenang, tapi belum mendapatkan insentif yang sesuai," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (31/3).
Ia mengatakan, Kemenpan RB bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membicarakan potensi korupsi yang disebabkan besaran gaji. Hal-hal yang menjadi topik pembahasan, ia memerinci, yakni, mengkaji sistem penggajian, jenis jabatan strategis yang rawan korupsi hingga mekanisme pemberian insentif.
Menpan tidak menampik, pengisian jabatan pimpinan tinggi juga menjadi celah untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ia mencontohkan, pada akhir 2016, masyarakat dikejutkan dengan kabar operasi tangkap tangan (OTT) pada Bupati Klaten. Pada kasus tersebut, ia mengatakan, pengangkatan jabatan masih berdasarkan kedekatan dengan pimpinan daerah dan sarat KKN. Sehingga, Menpan menegaskan, Kemenpan RB dan KPK terus meningkatkan kerja sama untuk melakukan pencegahan terhadap kasus itu.
Ia menjelaskan, dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi, KPK dibantu pengaduan dari masyarakat. Selama ini, ia melanjutkan, KPK memiliki aplikasi JAGA untuk menangani pengaduan dari masyarakat. Namun, secara nasional telah disediakan platform pengaduan satu pintu yang terhubung dengan seluruh instansi pemerintah, yakni Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) sebagai Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik (SP4N).
"Akan dilakukan pengintegrasian platform JAGA ke dalam LAPOR," ujar Menpan.
Selain itu, ia melanjutkan, Kemenpan RB sedang menggenjot penerapan e-government, salah satunya dengan e-office. Sistem ini, ia menjelaskan, dapat menjamin sistem persuratan berlangsung secara efektif dan efisien. Surat sampai dalam hitungan detik, mudah digunakan, dan dapat diakses dengan gawai apapun.
Namun, Menpan menjelaskan, permasalahan yang dihadapi masing-masing badan pemerintahan, yakni sistem yang dibangun belum terintegrasi dengan yang lain. Sehingga pemanfaatannya masih belum efektif dan efisien.
"Pengembangan e-office yang dilakukan bukan berdasarkan kebutuhan, tapi berdasarkan kepentingan," jelasnya.
Saat ini, ia mengatakan, Kemenpan RB tengah menyusun sistem e-office yang akan menjadi standar atau teladan nasional. Selain e-office, juga akan diberlakukan digital signature dalam pengesahan dokumen. Namun, perlu pengaturan dan landasan hukum tentang penerapan digital signature.
Selain itu, Asman menyebut, masih banyak lembaga yang tugas dan fungsinya tumpang- tindih dengan lembaga lainnya. Sehingga, perlu kajian yang dilakukan sebuah tim yang melibatkan KPK, Kemenpan RB, Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan instansi terkait lainnya. Fokus kajian mencakup aspek regulasi, koordinasi, dan efisiensi kelembagaan.