REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar dua tahun lalu, Pemerintah Provinsi DKI membebaskan lahan seluas 4,6 hektar di Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Rencananyam tanah itu akan digunakan untuk membangun rumah susun.
Namun, lahan yang dibeli Dinas Perumahan dari pihak ketiga sebesar Rp 668 miliar itu ternyata milik Dinas Kelautan dan Perikanan DKI. Artinya, tanah itu milik pemerintah DKI sendiri.
Plt Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono mengatakan, belum ada proses penelusuran lebih lanjut. Menurutnya, status dokumen perihal pembelian tanah itu terus dicek agar tidak ada kebijakan yang salah. "Kalau memang beli tanah sendiri dan uang kembali ke Pemprov, ya tidak masalah," ujarnya saat ditemui Republika.co.id pada Kamis (30/3).
Hal tersebut, kata Sumarsono, menjadi masalah apabila ada orang yang mengatasnamakan memiliki tanah Pemprov lalu dijual pada Pemprov. Untuk itu, pihaknya terus melakukan penelusuran. Jika uang telah diterima oleh penjual yang mengaku memiliki, dengan identitas dan alamat yang jelas, maka ia akan kena sanksi pidana.
Menurut Sumarsono, harusnya pemerintah membuat kebijakan itu berdasarkan dokumen yang benar sedari awal. Ia pun mengakui proses penelusuran ini belum selesai. "Asumsinya itu tanah milik DKI dibeli DKI, namun penelusuran aset sedang dilakukan," ujarnya.
Proses itu pun menurut Sumarsono agak panjang karena yang menjual merasa memiliki tanah ini juga. Menurutnya, penyelesaian sengketa tanah perlu waktu bulanan dan tahunan. Semua tuduhan terhadap Pemprov pun harus dibuktikan.
Sumarsono mencontohkan perkara tanah Kedubes Inggris. Akhrinya DKI bisa membeli karena ada statement dari Kemenlu maupun Agraria atas kejelasan dokumen. Segalanya pun menjadi jelas.
Tetapi, menurut Sumarsono, siapa pun yang melaksanakan pembelian, jika jelas punya DKI Jakarta tentu tidak akan dibeli. Karena dari awal, dokumen yang tidak jelas mengakibatkan Pemprov bisa salah dalam mengambil keputusan. "Hingga kini kita dibantu Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengkalrifikasi perkara itu," kata Sumarsono.