REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik merilis hasil Survei Pengalaman Hidup Nasional bahwa perempuan kota lebih banyak mengalami kekerasan dibandingkan perempuan yang hidup di desa.
"Sebanyak 36,3 persen perempuan di kota mengalami berbagai bentuk kekerasan baik dari pasangan maupun bukan pasangan angka itu lebih besar dibandingkan perempuan di desa yaitu sebesar 29,8 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (30/3).
Menurut Suhariyanto, banyak perempuan di kota mengalami kekerasan karena tekanan hidup di kota lebih tinggi, sehingga orang-orang lebih cepat marah dan melampiaskan kemarahan kepada perempuan. Kekerasan yang terjadi pada perempuan meliputi kekerasan yang dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan.
Bagi perempuan yang pernah atau sedang menikah ada beberapa bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan kepada kepada mereka antara lain kekerasan emosional, ekonomi, fisik dan sosial. Sekitar 24,5 persen atau satu dari empat perempuan yang pernah atau sedang menikah mengalami kekerasan ekonomi dari pasangannya selama hidupnya, sementara 20,5 persen atau satu dari lima perempuan yang pernah atau sedang menikah mengalami kekerasan psikis dari pasangannya.
Sementara itu kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh bukan pasangan seperti orangtua, guru, teman dan orang tak dikenal bentuknya adalah kekerasan seksual sebanyak 14,4 persen, fisik sebesar 5,2 persen atau keduanya sebanyak 4,1 persen. Survei tersebut adalah survei pertama di Indoesia yang khusus menggali informasi mengenai kekerasan yang dialami perempuan berusia 15-64 tahun yang pernah, sedang atau belum menikah.
Survei dilaksanakan di tingkat nasional dengan cakupan sebanyak 9.000 rumah tangga dengan tingkat respons survei 97,3 persen atau 8.757 rumah tangga. Dari setiap rumah tangga dipilih satu perempuan untuk menjadi responden.