Kamis 30 Mar 2017 00:42 WIB

Politikus PAN Dituntut 13 Tahun Penjara

Terdakwa kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Andi Taufan Tiro memasuki ruangan untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (29/3).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Andi Taufan Tiro memasuki ruangan untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (29/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi V DPR Andi Taufan Tiro dituntut 13 tahun penjara terkait kasus suap senilai Rp 7,4 miliar dalam proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Andi Taufan Tiro terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama penjara 13 tahun dan denda Rp1 miliar subsidari enam bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Abdul Basir di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (29/3).

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. KPK menilai Mantan Ketua Kelompok Fraksi F-PAN itu menerima uang sejumlah Rp 3,9 miliar dan 257.661 dolar Singapura atau setara Rp 2,5 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dan 101.807 dolar Singapura atau setara Rp 1 miliar dari Hengky Poliesar selaku Direktur Utama PT Martha Tehnik Tunggal.

JPU KPK juga meminta agar hak politik Andi Taufan dicabut selama 5 tahun setelah menyelesaikan pidana pokok. "Uang tersebut kemudian dipergunakan oleh terdakwa untuk membiayai kepentingan terdakwa seperti berlibur ke Eropa, membayar paket umroh dan membiayai operasional kegiatan politik terdakwa. Dalam hal ini penuntut umum berpendapat perbuatan terdakwa dengan menggunakan uang hasil kejahatan untuk membiayai kegiatan politik adalah bentuk perbuahan yang merusak sendi-sendi demokrasi dan 'good governance principles' sehingga jika biaya politik yang digunakan terdakwa berasal dari hasil kejahatan maka outputnya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara, sehingga perlu kiranya mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun setelan menyelesaikan pidana pokok," tambah jaksa Basir.

Tujuan pemberian uang dari para pengusaha adalah agar Andi Taufan menyalurkan program aspirasinya dalam proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara senilai Rp 170 miliar serta mengarahakan Abdul Khoir dan Henky Polesar sebagai pelaksana proyek itu.

Abdul Khoir disepakati mendapat jatah proyek Peningkatan Ruang Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp 60 miliar dengan fee untuk Andi Taufan sebesar 7 persen atau sejumlah Rp 4,2 miliar yang diberikan melalui tenaga ahli anggota Komisi V dari fraksi PAN yaitu Yasti Soepredjo Mokoagow dan proyek Pembangunan Ruas Jalan Wayabula-Sofi senilai Rp 40 miliar dengan fee 7 persen yaitu Rp 2,8 miliar yang diberikan melalui Imran S Djumadil.

Sedangkan Hengky Poliesar mengerjakan pembangunan jalan Kontainer Ruas Jailolo-Mutui dan bila ingin proyek itu harus memberikan komisi sejumlah Rp1,1 miliar kepada Andi Taufan. Atas permintaan itu Henky menyetujuinya.

Pemberian uang kepada Andi Taufan dari Abdul Khoir pun diserahkan secara bertahap melalui Jailani yaitu pertama pada 9 November 2015 sebesar Rp 2 miliar di sekitar Blok M. Uang langsung diserahkan Jailani pada 10 November 2015 pukul 02.00 WIB kepda Andi Taufan di belakang komplek perumahan DPR.

Kedua, Abdul Khoir memberikan langsung kepada Andi Taufan sebanyak 206.718 dolar Singapura (setara Rp 2 miliar) pada 10 November 2015 di ruang kerja Andi Taufan. Pada tanggal yang sama, Imran juga menerima Rp 1 miliar dari Henky Poliesar sedangkan sisanya Rp 100 juta akan dipergunakan untuk membiayai pencalonan Imran sebagai Ketua Dewan Pimpinan WIlayah PAN Maluku Utara.

Keempat, Jailani kembali menerima Rp 200 juta dari Abdul Khoir pada 12 November 2015, kelima Rp 2 miliar diterima Jailani pada 19 November 2015 di tempat parkir PT Windhu Tunggal Utama. Abdul Khoir masih memberikan janji untuk memberikan Rp500 juta kembali untuk Andi Taufan.

Penyerahan uang kepada Andi Taufan dilakukan pada 1 Desember 2015 di warung tenda roti bakar depan Taman Makam Pahlawan Kalibata oleh Imran dan Yayat Hidayat sejumlah 152.750 dolar Singapura (setara Rp 1,5 miliar) yang merupakan pembayaran kekurangan fee proyek Pembanguan Ruas Jalan Wayabula-Sofi sejumlah 50.943 dolar Singapura (setara Rp 500 juta) dan fee pembangunan jalan kontainer ruas Jailolo-Mutui sejumlah 101.807 dolar Singapura (setara Rp 1 miliar).

"Terdakwa mempergunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi terdakwa di antaranya untuk membiayai liburan terdakwa beserta keluarga ke 4 negara di Eropa lebih kurang sejumlah Rp 600 juta, membeli 1 mobil balap lebih kurang sejumlah Rp 350 juta, membeli 2 paket umroh sejumlah Rp 400 juta sedangkan sisanya digunakan untuk membiayai operasional terdakwa dalam menjalankan kegiatan-kegiatan politiknya," tambah jaksa.

Meski demikian Jailani masih memegang uang suap Rp 2,2 miliar jatah Andi Taufan sehingga Andi Taufan memerintahkan Jailani untuk menyerahkan di rumah dinasi di komplek DPR pada awal Januari sekitar pukul 13.00 WIB. Jailani hanya menyerahkan sebagaian yaitu Rp 1,9 miliar sedangkan sejumlah Rp 300 juta digunakan Jailani dan Quraish Lutfi masing-masing senilai Rp 150 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement