REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro. Pada hari ini, ia akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan pada Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara. "ATT akan diperiksa sebagai tersangka," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Selasa (6/9).
Pemeriksaan pada hari ini merupakan pemeriksaan kesekian kalinya bagi anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Ia telah ditetapkan menjadi tersangka kasus tersebut sejak 27 April 2016 lalu.
Meski begitu, hingga saat ini KPK belum melakukan penahanan terhadap Andi Taufan. Terkait belum dilakukan penahanan kepada anggota DPR dari Fraksi PAN tersebut, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha menjelaskan tidak ada keharusan tersangka langsung ditahan.
Menurutnya, penahanan harus berdasarkan penilaian objektif dan subjektif penyidik. "Sebagaimana yang ada di dalam KUHAP bahwa penahanan itu berdasarkan subjektivitas dan objektivitas penyidk. Pada hari ini penyidik merasa belum perlu untuk melakukan penahanan terhadap ATT (Andi Taufan Tiro)," ujar Priharsa.
Diketahui, Andi Taufan bersama dengan sejumlah anggota Komisi V DPR diduga ikut menerima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Suap dilakukan agar para anggota DPR tersebut menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan milik Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tersebut.
Dalam kasus ini telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI, yaknu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V. Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, 1,67 juta dolar Singapura, dan 72,7 ribu dolar AS.