REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota Bandung dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, khawatir tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 mendatang, akan terus menurun. Menurut Ketua KPU Kota Bandung, Rifqi Alimubarok, beberapa kali Pilkada tingkat partisipasi publik di Bandung, mengalami penurunan.
Rifqi mengatakan, pada Pilkada 2008, partisipasi publik dalam pemilihan Wali Kota Bandung hanya mencapai 75 persen. Namun, jumlah tersebut menurun menjadi 60 persen pada pemilihan Wali Kota Bandung 2013. "Oleh karena itu, kami akan bekerja sama dengan Pemkot Bandung untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih," ujar Rifqi dalam rapat koordinasi bersama Pemerintah Kota yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Kota Bandung Yossi Irianto, di Balai Kota, Senin (27/3).
Rifqi berharap, pada 2018 nanti angka partisipasi pemilih di Bandung tidak ada penurunan lagi. Walaupun, kondisi menurunnya tingkat partisipasi pemilih ini, sebenarnya tak hanya terjadi di Kota Bandung. Berdasarkan hasil analisa KPU Pusat, memang ada kecenderungan penurunan partisipasi politik masyarakat di kota-kota besar. Hal tersebut terjadi pada pemilihan umum di Makasar, Surabaya, dan Medan yang cukup menjadi perhatiannya. “Ini bisa jadi terjadi juga di Kota Bandung mengingat Bandung juga merupakan kota besar," katanya.
Rifqi menilai, upaya untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih tersebut, tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU. Tetapi juga, pemerintah daerah. "Kita, secara bersama-sama, perlu memberikan edukasi politik kepada masyarakat untuk menjaga indeks demokrasi Kota Bandung,” kata Rifqi.
Sementara menurut Sekda Kota Bandung, Yossi Irianto, pemerintah memang harus berperan dalam mengedukasi masyarakat agar menggunakan hak pilihnya pada Pilkada mendatang. Ia tidak ingin, apatisme masyarakat menjadi penghambat pembangunan.
“Kita perlu sosialisasi dengan baik, kita harus memberikan pengertian bahwa partisipasi mereka sangat penting demi tegaknya demorasi di negeri ini,” kata Yossi.
Yossi mengatakan, yang paling penting adalah pemutakhiran data pemilih agar bisa menjadi acuan dasar bagi pemerintah kota untuk melaksanakan program sosialisasi. Sesuai dengan aturan, Daftar Pemilih Tetap telah ditentukan oleh Kementerian Dalam Negeri serta diverifikasi dan divalidasi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kota Bandung, dia mengatakan, per 31 Desember 2017, jumlah penduduk Kota Bandung adalah 2.397.396 jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk wajib KTP sebanyak 1.745.989 jiwa.
Saat ini, dari jumlah tersebut, masih ada 80.632 orang yang belum merekamkan KTP elektronik (KTP-e). Sedangkan perekaman KTP-e adalah salah satu syarat untuk bisa menggunakan hak pilih pada Pilkada mendatang.
Menurut Kepala Disdukcapil Kota Bandung Popong W Nuraeni, Disdukcapil sudah dengan gencar melakukan jemput bola ke masyarakat. Bahkan, sampai berkeliling ke tiap kelurahan untuk mempermudah warga melakukan perekaman KTP-el.
"Tahun lalu, kami berhasil merekam 135 ribu orang dalam waktu tiga bulan. Maka kami optimis 80 ribu orang ini bisa kami rekam KTP-nya sebelum Pilkada berlangsung,” kata Popong.
Selama ini, kata Popong, Ia bekerja sama dengan aparatur kewilayahan untuk membantu mengingatkan warga agar segera melakukan perekaman KTP-el. Popong juga menggerakkan Mobil Pelayanan Keliling (Mepeling) ke seluruh kelurahan. Dalam setahun, Disdukcapil Kota Bandung, sudah membuat 104 jadwal pelayanan keliling.
"Jadi setiap kecamatan bisa 3-4 kali dikunjungi selama setahun. Kami juga bekerja sama dengan aparatur kewilayahan, alhamdulillah,” kata Popong.