Kamis 23 Mar 2017 09:00 WIB

Kemen PPA: KLA Sebagai Komitmen Pemenuhan Hak Anak

 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menandatangani Komitmen dan Deklarasi Percepatan Pengembangan Kabupaten-Kota Layak Anak (KLA) di Pontianak, Kalimantan Barat. Penandatanganan ini dilakukan dalam rangka pemenuhan hak dan perlindungan anak yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 serta komitmen Indonesia dalam mendukung gerakan "World Fit for Children" (Dunia yang Layak bagi Anak).

Menurut Menteri PPPA, Yohana Yembise, melalui siaran pers, Kamis (22/3), KLA merupakan sistem pembangunan yang berbasis pada pemenuhan hak dan perlindungan anak. Hingga saat ini terdapat 304 kabupaten dan kota yang telah memprakarsai KLA dan pada 2015 pihaknya telah memberikan penghargaan kepada 77 kabupaten-kota, masing-masing tiga untuk kategori Nindya, 24 untuk kategori Madya dan 50 untuk kategori Pratama, dari 14 Kabupaten dan Kota se-Provinsi Kalimantan Barat yang telah menerapkan KLA.

Kota Pontianak sendiri meraih kategori Pratama pada 2011 dan 2012 naik menjadi kategori Madya pada 2014 dan 2015. "Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Gubernur dan para bupati-wali kota se-Provinsi Kalbar yang telah mencanangkan tekad kuat untuk mewujudkan Provinsi Kalbar dan kabupaten-kota se-Provinsi Kalbar menuju Provinsi dan Kabupaten-Kota Layak Anak. Kita harus ingat bahwa melindungi satu orang anak, berarti melindungi satu bangsa. Jika semua kabupaten dan kota mempunyai komitmen menjadi KLA, maka kita berharap Indonesia Layak Anak atau IDOLA akan terwujud," ujar Menteri PPPA, Yohana Yembise.

Yohana mengatakan untuk mengembangkan KLA di setiap kabupaten-kota, harus mengacu pada 24 indikator pemenuhan hak dan perlindungan anak yang secara garis besar tercermin dalam lima klaster hak anak, yakni hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta hak perlindungan khusus bagi 15 kategori anak.

Oleh karena itu, pemerintah pusat, pemprov, dan pemerintah kabupaten- kota harus memastikan semua anak yang memerlukan perlindungan khusus mendapatkan layanan mulai dari layanan pengaduan, kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum sampai pada layanan reintegrasi. Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, Kemen PPPA juga telah menerbitkan Strategi Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020.

Yohana mengatakan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak tidak cukup dengan diterbitkannya berbagai undang-undang yang melindungi anak, tetapi yang juga terpenting bagaimana masyarakat memperkuat perannya dalam perlindungan anak. Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) perlu dibuat dalam sebuah gerakan yang masif dan harus dilakukan secara terus menerus, dimulai dari RT, RW, desa dan kelurahan, kecamatan, dan kabupaten-kota.

Saat ini PATBM telah dirintis di 34 provinsi, 68 kabupaten dan kota, dan 136 desa serta kelurahan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement