Selasa 21 Mar 2017 05:09 WIB

Soal 2 Saksi Ahli Pemohon Sengketa Pilgub Dinilai Langgar Etika

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim advokasi cagub-cawagub DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno keberatan dengan dua saksi ahli yang dihadirkan pihak penggugat cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam musyawarah penyelesaian sengketa pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017. Dua saksi ahli tersebut adalah Arteria Dahlan dan I Gusti Putu Artha.

Wakil Ketua Tim Advokasi Anies-Sandi, Yupen Hadi mengatakan, Arteria yang merupakan anggota Komisi II DPR RI tidak bisa memberi keterangan sebagai saksi ahli dari pemohon. Posisi Arteria melekat sebagai anggota DPR RI seharusnya mewakili lembaga.

"Melanggar etika. Arteria harusnya mewakili lembaga, harusnya dia dihadirkan Bawaslu. Tidak bisa oleh pihak pemohon. Nanti jadi intimidasi," kata Yupen di sela-sela musyawarah, di ruang musyawarah Bawaslu DKI Jakarta, Jalan Danau Sunter III, Jakarta Utara, Senin (20/3).

Yupen menambahkan jika kemudian Arteria mengatakan representasi lembaga, maka harus memberi surat resmi dari lembaga. "Kami tunggu suratnya tapi tetap kami menganggap keterangannya adalah pendapat pribadi dan kami kesampingkan," ujarnya.

Sementara untuk I Gusti Putu Artha, menurut Yupen keterangannya konflik kepentingan (conflic of interest). Sebab Putu tercatat sebagai timses paslon 2 atau pemohon dalam gugatan sengketa Pilkada ini.

"Meski mantan komisioner KPU, tapi Putu timses pihak pemohon," tuturnya.

Dalam musyawarah ini, Arteria menyatakan KPU DKI telah menyimpang dari sumber kewenangannya. KPU DKI menurutnya tidak diperkenankan membuat norma baru yang beetentangan dengan norma yang di atasnya. Hal senada juga dikatakan Putu Artha. Menurut Putu SK 49 secara teknis bermasalah karena bertentangan dengan regulasi di atasnya yaitu Peraturan KPU Nomor 6 Pasal 36 ayat 3 butir b, kampanye penajaman visi dan misi.

Pihak cagub DKI petahana menggugat Surat Keputusan (SK) KPU DKI Jakarta dengan Nomor 49/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. SK ini menyatakan masa kampanye putaran kedua berlangsung 7 Maret hingga 15 April 2017. Atas kampanye tersebut, petahana dinyatakan harus cuti. Pihak Ahok menolak SK itu dengan alasan merugikan petahana. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement