Kamis 16 Mar 2017 16:42 WIB

Menteri Agama Siapkan Empat Langkah Atasi Persoalan Keagamaan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Untuk mengatasi berbagai persoalan keagamaan yang muncul akhir-akhir ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan kementeriannya tidak dapat bertindak secara represif. Menurutnya, diperlukan berbagai pendekatan dan langkah-langkah yang persuasif serta penguatan di bidang regulasi untuk menyelesaikannya.

Lukman menyampaikan, ada empat langkah yang dilakukan Kemenag untuk mengatasi berbagai masalah keagamaan yang muncul. Pertama, yakni mengedepankan pendekatan melalui dialog.

"Ini pendekatan yang cukup strategis sehingga dialog harus tetap di bangun. Kita memiliki forum kerukunan umat beragama di setiap kota yang merupakan representasi dengan majelis-majelis agama, dan dialog dengan pemda," ujar Lukman di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (16/3).

Kedua, yakni melakukan sosialisasi regulasi. Ia menjelaskan, persoalan keagamaan yang muncul selama ini sebenarnya sudah memiliki jalan keluar dengan melihat regulasi yang sudah ada. Namun sayangnya, kata Lukman, pemahaman terkait regulasi yang ada sangatlah terbatas. "Tapi karena pemahaman kita yang terbatas terkait regulasi ini sehingga kemudian muncul persoalan. Jadi sosialisasi regulasi perlu digalakkan," kata Lukman.

Langkah ketiga, yakni penguatan regulasi. Lukman menyampaikan, kementeriannya saat ini tengah menyiapkan RUU tentang perlindungan umat beragama lantaran masih banyak regulasi yang belum mengatur terkait hal ini. Ketika dialog untuk mengatasi masalah keagamaan tidak dapat dibangun, maka regulasi menjadi penting sebagai dasar kepolisian menindaklanjuti dan menangani berbagai masalah keagamaan yang ada.

Lukman mencontohkan adanya spanduk larangan menshalatkan jenazah pendukung cagub tertentu. Menurutnya, harus ada regulasi yang mengatur apakah spanduk tersebut merupakan ungkapan keagamaan ataukah masuk dalam ungkapan kebencian maupun ujaran diskrimatif, yang kemudian dapat ditindaklanjuti oleh kepolisian. "Ini kita nggak punya regulasinya di sini, sehingga tidak mudah ketika saya di sosmed diminta harus bertindak, ini persoalan regulasi. Regulasi penting karena dalam hal-hal tertentu ketika dialog tidak bisa dibangun, hukum ditegakkan maka aparat hukum butuh regulasi," ujar dia. Langkah keempat, yakni pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak seperti Komnas HAM dan lainnya dalam menyelesaikan berbagai kasus.

Baca juga: Menag: Jangan Suruh Kemenag Copoti Spanduk Larang Shalat Jenazah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement