REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (KTP-el) dinilai sebagian pihak memang bermasalah sejak awal. Sehingga, tidak aneh jika proyek tersebut saat ini bergulir menjadi kasus dugaan korupsi yang menyeret nama-nama besar.
Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun. Ia mengatakan sejak awal memang proyek KTP-el terindikasi bermasalah. "Memang sejak awal proyek ini sudah terindikasi bermasalah," ujar Tama saat menghadiri diskusi bertajuk "Samber Gledek e-KTP di Jakarta, Sabtu (11/3).
Ia mengatakan, proyek tersebut sudah diingatkan sejumlah pihak yakni sejumlah lembaga pemerhati korupsi termasuk ICW, bahkan juga disoroti langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, sebelum proyek dengan nilai Rp 5,9 triliun tersebut disetujui, sejumlah pihak telah mengingatkan bahwa jika proyek tersebut diteruskan akan bermasalah ke depannya.
Hal ini, menurut dia, karena nilai proyek yang besar namun tidak disertai dengan perencanaan yang baik. "Kalau dari nilai proyek itu masuk yang besar, ICW pernah buat review KTP-el ini, ICW sudah mengingatkan, sebelumnya KPK juga sudah diingatkan sebelum penindakan kasus ya," ujar Tama.
Hal sama diungkapkan Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Baharuddin Thahir, yang menyebutkan sejak awal proyek pengadaan KTP-el terlalu dipaksakan. Pasalnya, meski sudah diingatkan semua pihak akan bermasalah di kemudian hari, namun proyek tetap dilanjutkan.
Padahal memang, kata Baharuddin, selazimnya proyek besar yang melibatkan seluruh masyarakat Indonesia tidak bisa dikerjakan secara singkat. "Ketika e-KTP ini berpotensi bermasalah karena anggaran besar dan birokrasi rumit, lalu proses politik begitu mahal, sehingga mungkin ada potensi, pertanyaan kita kenapa tetap diteruskan, ada apa, nah hanya mereka yang tanda tangan di situ yang tahu bagaimana strategis proyek ini," katanya.