Sabtu 11 Mar 2017 01:33 WIB

LSM Masih Dianggap Sebagai Antek Asing

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Reiny Dwinanda
Sumbangan (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Sumbangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  Rustam Ibrahim, mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap LSM menduduki peringkat paling rendah dibandingkan dengan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah dan bisnis. Sebelumnya, berdasarkan survei Edelman Trust Barometer, pada 2014 kepercayaan publik terhadap LSM sebanyak 73 persen. Namun, setahun kemudian survei yang sama menunjukkan kepercayaan publik terhadap LSM jatuh menjadi 64 persen.

Masih di 2015, Edelman Trust Barometer memperlihatkan kepercayaan publik terhadap bisnis mencapai 78 persen. Kepercayaan publik terhadap media berada di angka 68 persen dan kepercayaan publik terhadap pemerintah bertengger di angka 65 persen. "Kepercayaan terhadap LSM berada di titik yang paling rendah dibandingkan dengan kepercayaan publik terhadap institusi lain," kata Rustam, Jumat, (10/3).

Ada berbagai hal yang membuat kepercayaan publik terhadap LSM turun. Rustam menjelaskan salah satu penyebabnya ialah stigma LSM sebagai antek asing. Misalnya, saat LSM terkait lingkungan menuntut perusahaan sawit untuk bertanggungjawab terhadap kebakaran hutan 2015, pemerintah malah menuduh LSM sebagai kaki tangan asing yang mau merugikan ekspor Indonesia. "Namun, memang ada juga LSM abal-abal yang rupanya dibuat hanya untuk menampung bantuan sosial. Ini turut menurunkan citra LSM di mata publik," ujarnya.

Selain itu, tidak transparannya laporan keuangan LSM terkait sumber dana berikut manajemennya juga turut andil dalam melemahkan kepercayaan publik. LSM juga jarang membuat laporan tahunan untuk dipublikasikan. "Kalaupun dipublikasikan kurang menarik sehingga tak ada media yang tertarik untuk meliput," kata Rustam.

Sementara itu, Direktur Konsil Civil Society Organisation (CSO) Indonesia Serlyeti Pulu mengatakan kepercayaan publik terhadap LSM menurun. Ia bahkan menyadari masyarakat mengesankan LSM sebagai organisasi yang terkadang kerap meminta uang."Sebenarnya tak semua LSM seperti itu. Masih banyak LSM yang bagus dan profesional. Kalaupun ada yang meminta uang, kemungkinan LSM abal-abal."

Serlyeti mengatakan untuk meningkatkan citra positif LSM di mata publik, LSM harus melakukan sejumlah perbaikan oleh LSM. Pengembangan kode etik internal menjadi salah satu aspek pentingnya. "Kode etik internal harus dikembangkan agar semua pengurus berperilaku  sesuai dengan alur dan aturan yang ada," katanya.

Saat ini di Indonesia terdapat 300 ribu ormas, termasuk LSM. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3.000 LSM yang aktif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement