Sabtu 11 Mar 2017 00:37 WIB

Ikatan Saudagar Muslim Indonesia Dorong Pengembangan Industri Agro Berbasis Teknologi

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Reiny Dwinanda
 Pengusaha Argoindustri Mukhlis Bahrainy (kiri) menyampaikan paparannya saat Silaturahmi Bisnis ISMI di Jakarta, Jumat (10/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengusaha Argoindustri Mukhlis Bahrainy (kiri) menyampaikan paparannya saat Silaturahmi Bisnis ISMI di Jakarta, Jumat (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) menggelar acara diskusi untuk membahas peluang bisnis dan investasi potensial di Indonesia. Salah satu panelis dalam diskusi, CEO Pachira Group, Mukhlis Bahrainy, mengatakan industri agro merupakan salah satu industri yang paling potensial untuk dikembangkan. 

Mukhlis, yang menekuni bidang agribisnis, menjelaskan banyak sekali produk yang hanya membutuhkan teknologi sederhana dan mampu diproduksi di Indonesia, namun justru masih diimpor dari luar negeri. Produk-produk tersebut antara lain creamer, minyak esensial, pelembap, bumbu masak dalam bentuk pasta, serta produk dari buah dan sayuran. 

Mukhlis mencontohkan kedelai yang di Indonesia sebagian besar hanya diolah untuk produksi tempe dan tahu. Padahal, kedelai juga digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan sosis, yakni dalam bentuk isolated soy protein. "Itu masih diimpor," kata Mukhlis​, dalam silaturahim bisnis ISMI di Hotel Sofyan Menteng, Jakarta, Jumat (10/3). 

Tak hanya itu, Mukhlis juga mengungkapkan Indonesia tak punya pabrik bumbu masak pasta, seperti kunyit, jahe, kencur, cabai, dan tomat. Padahal, bahan bakunya tersedia bahkan melimpah di Indonesia. Namun, yang banyak ditemui di masyarakat saat ini hanya bumbu masak giling yang dijual di pasar tradisional. "Produk bumbu masak pasta yang banyak ditemui di pasar modern semua masih impor," ujarnya.

Mukhlis menjelaskan pembuatan bumbu masak dalam bentuk pasta tak membutuhkan teknologi yang rumit. Faktanya, Indonesia tidak memiliki pabriknya.  Mukhlis pun masih mencoba membangun pabrik pasta tomat berkapasitas 3.000 ton per tahun. 

Sementara itu, Ketua Umum ISMI Ilham Habibie menilai Indonesia belum memiliki fokus pada bisnis yang menggunakan teknologi. Pengusaha lebih cenderung mengimpor produk jadi yang sudah merupakan hasil teknologi.  Untuk memaksimalkan penggunaan teknologi dalam industri, Ilham mengatakan perlu adanya kerjasama lintas sektor yang melibatkan pemerintah, kalangan usaha dan akademisi.  "Di ISMI salah satu yang ditekankan adalah bisnis yang menggunakan teknologi. Kami gunakan teknologi itu untuk berinovasi dan dicoba dalam bisnis. Jadi ada Teknosa; teknologi, inovasi dan wirausaha," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement